Pakar bencana dari dua kampus terkemuka, Universitas Syiah Kuala Aceh dan Universitas Hawaii di Amerika Serikat menjadi salah satu tim panelis kunci konferensi pakar tsunami dunia yang berlangsung di Banda Aceh pekan depan.
Beberapa agenda pra-konferensi telah berlangsung, delegasi sejumlah negara membahas khusus penguatan kemitraan antarlembaga, kerjasama riset dan evaluasi pascabencana, terutama terkait tsunami di Indonesia.
Kepala Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Kebencanaan (TDRM) Unsyiah Dr Khairul Munadi mengatakan hari Jumat di Banda Aceh (10/10), temu pakar tsunami sedunia masuk dalam rangkaian kegiatan induk, peringatan 10 tahun tsunami yang diprakarasai oleh Unsyiah dan mitra, pemerintah Aceh dan didukung sepenuhnya oleh pemerintah pusat.
“Terkait tsunami, kita (Unsyiah) bermitra dengan University of Hawaii. Banyak peserta dari dunia internasional,” papar Khairul.
Pakar tsunami seluruh dunia, tambah Khairul akan membahas khusus proses pemulihan pascabencana tsunami multiaspek, menyorot capaian-capaian yang dihasilkan, tantangan dan sejumlah rekomendasi yang diharapkan berguna menjadi model dan modul bagi negara yang rentan tsunami di seluruh dunia.
Khairul mengatakan, “Temu pakar (fokus) melakukan evaluasi terhadap program pemulihan, evaluasi proses pemulihan kembali selama lebih sepuluh tahun. Kita bahas beberapa sektor terkait dengan masa pemulihan. Diantaranya, sektor pemulihan ekonomi, infrastruktur fisik dan pemulihan sektor pendidikan.”
Annual International Expo on Sumatra Tsunami Disaster and Recovery (AIWEST-DR) 2014 menjadi tajuk Konferesi Temu Pakar Tsunami dalam rangka peringatan 10 tahun tsunami Aceh pekan depan, berlangsung tanggal 22 hingga 24 Oktober 2014. Acara dibuka Gubernur Aceh dihadiri sejumlah pejabat pusat dan diplomat asing di Indonesia. Lebih seribu partisipasan dijadwalkan akan hadir dalam konferensi.
Kalangan peneliti mengatakan, temu pakar tsunami dunia pekan depan diharapkan akan menjadi sarana saling bertukar pengetahuan, memberi kontribusi lebih besar bagi penyempurnaan sejumlah program terkait penanganan bencana, terutama terkait tsunami, seperti yang pernah melanda Aceh maupun di wilayah lain di dunia.
Salah seorang peniliti Aceh Faisal Ilyas yang cukup tertarik mengembangkan program-program pengurangan resiko kebencanaan berbasis sekolah mengatakan, “Pola yang sama juga, program siaga bencana lewat pendidikan,fokusnya sekolah menengah lanjutan pertama, (SMP) . Ada even besar tahun ini terkait 10 tahun tsunami. Teman-teman peneliti sering ke Aceh melakukan penelitian berbagai aktivitas, baik sosial, infrastruktur, teramsuk keaifan lokal di Aceh mengenai bencana.”
Pengetahuan mengenai tsunami dan bencana oleh pemerintah Aceh mulai dimasukkan kedalam kurikulum sekolah-sekolah dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
!break!Beberapa pakar dengan dukungan otoritas lokal telah merintis beberapa sekolah model, berupa program sekolah siaga bencana yang dibentuk di wilayah barat dan selatan provinsi, terutama di Pulau Simeulue, Banda Aceh, Aceh Besar, dan Calang Aceh Jaya, wilayah-wilayah yang berada di tepian Samudera Indonesia yang dinilai rawan tsunami di provinsi Aceh.
Sementara, pengurus Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh Suburhan Pagan mengatakan, beberapa inisiasi pendidikan kebencanaan berbasis masyarakat masih berlangsung hingga kini di wilayah pantai barat provinsi Aceh.
Suburhan mengatakan, PMI dan Palang Merah AS (American Red Cross) merintis modul khusus dan memperkuat kapasitas warga desa model setempat, menjadi desa siaga bencana.
“Lokasi kegiatan Calang (Pantai Barat Aceh), pengurangan resiko bencana berbasis masyarakat. Manfaatnya besar, agar warga respon dan lebih peduli bencana,” kata Suburhan.
Beberapa warga memuji kinerja aparat pemerintah terkait distribusi informasi dan komunikasi peringatan dini bencana, baik tsunami dan berbagai bencana lain.
Sebagian yang lain menilai sosialisasi kebencanaan yang lebih partisipatif masih minim. Terutama setelah sepuluh tahun tsunami banyak infrastruktur kota yang pernah dibangun kurang terpelihara.
Beberapa agenda pra-konferensi digelar beberapa hari ini di Banda Aceh, delegasi sejumlah negara Asia Pasifik telah tiba di Aceh, pertemuan pra-konferensi diisi dengan semiloka terbatas dan kegiatan studi lapangan.
Salah seorang pengamat, Yayan Zamzami, dari masyarakat sipil peduli bencana mengatakan, delegasi sejumlah negara dinilai tertarik mendalami penanganan pascabencana dari Aceh.
“Ada peserta dari Timor Leste dan Fiji, mengikuti pelatihan kebencanaan di sini (Aceh), delegasi negara yang sudah hadir bertujuan menggali lebih jauh penanganan kebencanaan di Aceh. difasilitasi pemerintah pusat (Mensesneg RI) dan Universitas Syiah Kuala,” katanya.
Kepala Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Kebencanaan Unsyiah, Dr Khairul Munadi menambahkan, selain AS, sejumlah negara mitra kunci Indonesia yang terlibat aktif dalam program riset tsunami dan penanganannya, termasuk Jerman dan Jepang.
Gempa 8.9 skala richter (SR) memicu Tsunami di lepas pantai barat provinsi Aceh pada 26 Desember 2004 silam, lebih 200 ribu orang tewas di sejumlah negara, sebagian besar korban merupakan warga Aceh.