Lempeng Batu Berusia 4.000 Tahun Ini Diperkirakan Peta Tertua di Eropa

By Sysilia Tanhati, Senin, 18 Oktober 2021 | 14:00 WIB
Lempengan batu dari Zaman Perunggu ini menunjukkan penandaan sungai, bukit, dan permukiman ()

Nationalgeographic.co.id—Sebuah lempengan batu berusia 4.000 tahun, pertama kali ditemukan lebih dari seabad yang lalu di Prancis. Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan di Bulletin of the French Prehistoric Society, ini mungkin merupakan peta tertua di Eropa.

The Saint-Bélec Slab diperkirakan berasal dari Zaman Perunggu awal (2150-1600 SM). Lempengan ini pertama kali ditemukan pada 1900 di tanah pemakaman prasejarah di Finistère, Brittany.

Lempengan ini menjadi salah salah satu dinding kotak batu yang menampung mayat-mayat. Sempat disimpan di sebuah museum pribadi, lempengan yang berukuran panjang 3.9 meter ini ditemukan kembali di ruang bawah tanah kastil pada tahun 2014. Namun baru belakangan ini para peneliti mulai memahami cerita menarik di balik lempengan prasejarah ini.

Pada tahun 2017, sekelompok peneliti di Eropa mulai menganalisis ukiran pada lempengan menggunakan survei 3D resolusi tinggi dan fotogrametri. Ini merupakan sebuah proses menganalisis objek melalui pengambilan foto detail.

Mereka menemukan bahwa lempengan itu memiliki semua tanda yang ada pada peta, seperti kontur yang disatukan oleh garis. Peta ini juga memiliki garis mewakili jaringan sungai dan pembuatnya tampaknya sengaja menggunakan bentuk 3D untuk mewakili lembah.

Ukiran pada lempengan kemudian dibandingkan dengan elemen lanskap Prancis. Kemudian diambil kesimpulan bahwa lempengan itu mewakili area di sepanjang Sungai Odet di Prancis barat.

Baca Juga: Temuan Peta dalam Peti Mati Mesir 4.000 Tahun Ungkap Jalan ke Akhirat

Paul du Chatellier (1833-1911) melukis peta yang terdapat dalam The Saint-Bélec Slab. (Wikimedia Commons)

Geo-lokasi mengungkapkan wilayah yang diwakili pada lempengan itu memiliki akurasi 80% ke area sekitar bentangan sungai sepanjang 18 mil.

Selain sungai dan bukit, terdapat bidang yang mungkin mewakili lokasi pemukiman, bukit dan sistem di lapangan, papar Peter Dockrill dari laman Science Alert. Penandaan tersebut dapat dikaitkan dengan pengaturan penggunaan dan kepemilikan lahan.

Ini mungkin peta tertua dari suatu wilayah yang telah diidentifikasi di Eropa, menurut penulis studi Clément Nicolas dari Universitas Bournemouth.

Ada beberapa peta yang diukir di batu di seluruh dunia. Umumnya, itu hanya interpretasi. Tapi ini adalah pertama kalinya sebuah peta menggambarkan suatu area pada skala tertentu.

Baca Juga: Analisis Para Ilmuwan: Peta Vinland Abad Ke-15 Itu Adalah Palsu

Peta itu kemungkinan digunakan oleh pangeran atau raja Zaman Perunggu untuk menandai kepemilikan atas area tertentu.

Wilayah itu kemungkinan dimiliki oleh entitas politik yang sangat hierarkis yang mengendalikan daerah itu di awal Zaman Perunggu.

Kesimpulan soal fungsi peta untuk penandaan wilayah diperkuat oleh pernyataan dari Yvan Pailler, seorang arkeolog dari Universitas Western Brittany. Menurutnya, orang dari Zaman Perunggu tidak menggunakan peta dari lempengan batu untuk bernavigasi.

Pada zaman itu, umumnya peta ditransmisikan dalam bentuk cerita atau kalimat. Misalnya untuk pergi ke titik A, Anda harus melewati sungai dan bukit.

Baca Juga: Linschoten, Kartografer Belanda yang Menentukan Takdir Nusantara

Château de Kernuz, foto kartu pos 1910. Objek di sebelah kiri adalah menhir prasejarah yang ditemukan oleh Châtellier. (Émile Hamonic (1861-1943))

Lalu mengapa lempengan tersebut digunakan sebagai dinding kotak batu penampung mayat? Fakta bahwa itu kemudian dikubur bisa juga berarti bahwa itu adalah akhir dari kekuasaan raja atau pangeran. Teori lain menyimpulkan soal adanya penolakan terhadap kekuasaan yang dipegang oleh para elit atas masyarakat pada saat itu.

Arkeolog Paul du Chatellier menemukan lempengan itu pada tahun 1900. Setelah kematiannya, anak-anaknya menyumbangkan koleksi arkeologinya ke Museum Arkeologi Nasional Saint-Germain-en-Laye, di mana lempangan disimpan selama beberapa dekade.

Sementara itu, beberapa cendekiawan, termasuk Pailler dan Nicholas, membaca laporan du Chatellier tentang temuannya . Mereka menyimpulkan bahwa tanda lempengan itu dapat mewakili peta. Pada 2014, artefak itu pun ditemukan di ruang bawah tanah museum.

Kita cenderung meremehkan pengetahuan geografis masyarakat masa lalu. Lempengan ini penting karena menyoroti pengetahuan kartografi masyarakat dari Zaman Perunggu.

Baca Juga: Gara-gara Rempah: Pencurian Peta Hingga Ekspedisi Compagnie van Verre