CONEFO dan PBB, Konfrontasi Soekarno dalam Politik Internasional

By Galih Pranata, Minggu, 24 Oktober 2021 | 16:10 WIB
Soekarno berpidato diantara komite Indonesia, Rusia dan beberapa negara lain dalam CONEFO. (Wikimedia Commons)

"Tujuan utamanya ialah mengangkat harkat martabat politik negara-negara berkembang yang saat itu terkesan selalu dipandang remeh oleh negara-negara maju dalam forum PBB," terang Redfern.

Obor GANEFO dibawa pada Pesta Olahraga GANEFO I, Jakarta, 1963 di Stadion Gelora Bung Karno. (Wikimedia Commons)

Selain adanya CONEFO, di dalamnya, Soekarno juga membangun GANEFO. Sebagaimana dikatakan Pauker, "Kesuksesan Ganefo di Jakarta, dianggap sebagai suatu kemenangan dalam perjuangan menyuarakan revolusi di bidang olahraga".

Ewa T. Pauker menulis dalam jurnalnya yang dimuat pada JSTOR, berjudul GANEFO I: Sports and Politics In Djakarta, yang dipublikasikan pada volume 5 nomer 4, tahun 1965. Ia mengisahkan perjalanan awal GANEFO di Jakarta.

Pelaksanaan GANEFO faktanya mampu menarik perhatian luar negeri utamanya dari negara Barat. "Akibat dari pembentukan GANEFO, pertemuan Komite Olimpiade Internasional di Lausanne pada 7 Februari 1963, menangguhkan Indonesia dari Olimpiade dengan alasan bahwa politik tidak diizinkan memasuki bidang olahraga," tambahnya.

Baca Juga: Alat Politik Soekarno: Sepak Bola Sebagai Medium Perjuangan Bangsa

Alih-alih membangun kekuatan politik dan mendapat apresiasi dengan GNB-nya, ide Soekarno malah dipandang berbeda. CONEFO dan GANEFO dianggap menjadi poros baru negara-negara komunis yang meresahkan Blok Barat.

Sayang, CONEFO runtuh sebelum berdiri kokoh. Tak lama setelah lengsernya Soekarno akibat serentetan peristiwa dalam negeri, mengekor pada hancurnya CONEFO yang merupakan buah gagasan Soekarno sendiri.

Setelah naiknya Soeharto dan membangun peradaban Orde Baru, CONEFO semakin memprihatinkan dan mati secara perlahan. Sebaliknya, Indonesia bersama Soeharto, kembali menjunjung asa perdamaian dengan dunia Barat, melalui permintaannya untuk kembali kepada PBB.