Zus Wiet, Kisah Gadis Perawat dalam Laga Aksi Polisional 1947

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 27 November 2014 | 09:40 WIB
Dua perawat asal Indonesia tengah menghentikan perdarahan seorang korban sipil yang terkena tembakan. (Imperial War Museum)

 

Nationalgeographic.co.id—“Apa yang kusaksikan di dalamnya sungguh menegakkan bulu roma,” ungkap Roswita Tanis Djajadiningrat dalam buku hariannya. “Sembilan orang terkapar di tanah mati dengan tengkoraknya pecah.”

Roswita, atau yang kerap disapa dengan Zus Wiet atau Sweet, bersandar pada dinding sambil menangis. “Wajahnya rusak tak dapat dikenali lagi,” ungkapnya. “Pada yang seorang biji matanya dicongkel, pada yang lain sisa lidahnya yang dipotong terjulur keluar, yang lain lagi hidungnya dipotong.”

Buku hariannya, yang ditulis dalam bahasa Belanda pada Kamis 4 September 1947, melukiskan salah satu kengerian pada masa Aksi Polisional 1947.

Para perempuan Palang Merah yang siap menolong korban pertempuran dengan tandu bambu, sekitar 1946. Perempuan turut dalam perjuangan, baik di lini belakang maupun lini depan. (Album Perang Kemerdekaan 1945-1950, Badan Penerbit Almanak RI)
 Baca Juga: Djuwariyah, Kisah Kurir Penyelundup Senjata yang Nyaris Terbongkar

Pada pukul lima pagi, demikian Roswita berkisah, terdengar tembakan sekitar tiga kilometer dari Turen di selatan Malang. Pasukan Koninklijke Landmacht menyergap sembilan orang Mobiele Brigade Kepolisian yang tengah tidur nyenyak dalam sebuah rumah. Para pemuda Indonesia yang malang itu tewas dibantai dengan keji.

Aksi polisional Belanda berkode Operatie Product itu terjadi sepanjang Juli hingga Agustus 1947. Meskipun ada kesepakatan gencatan senjata, pada bulan-bulan berikutnya terjadi lagi serangkaian pertempuran kecil. Bagi Indonesia, aksi ini merupakan pengkhianatan hasil Perundingan Linggajati. Bagi Belanda, aksi ini merupakan usaha penertiban dari hasil perundingan tersebut.