Apakah Lego Dapat Membantu Menyelamatkan Terumbu Karang di Singapura?

By Sysilia Tanhati, Rabu, 27 Oktober 2021 | 16:00 WIB
Selain tahan lama, Lego yang memiliki permukaan yang datar dan stabil. Kestabilan inilah yang dibutuhkan invertebrata dan koral untuk tumbuh. ()

Nationalgeographic.co.id—Sebuah eksperimen ilmiah penting yang melibatkan terumbu karang dan invertebrata laut sedang dilakukan di Singapura. Uniknya, eksperimen ini dilakukan dengan menggunakan Lego untuk proyek peremajaan terumbu karang.

Koral diikatkan pada Lego yang memiliki permukaan yang datar dan stabil. Kestabilan inilah yang dibutuhkan invertebrata dan koral untuk tumbuh.

“Lego yang dapat dilepas terbukti sangat berguna dalam membantu kami menahan koral dan kerang raksasa di tempatnya.” jelas Neo Mei Lin, ahli biologi kelautan terkemuka dan peneliti senior dari Institut Ilmu Kelautan Tropis Universitas Nasional Singapura.

Pendekatan yang unik menguntungkan Neo dan rekannya Jani Tanzil, sesama ilmuwan kelautan di institut tersebut. Bersama-sama mereka memelopori proyek peremajaan terumbu karang untuk merevitalisasi dan memulihkan populasi koral Singapura. Reklamasi daratan utama selama beberapa dekade, pembangunan pesisir, dan aktivitas pelabuhan menjadi penyebab utama rusaknya terumbu karang di negara itu.

“Pembangunan lahan sangat mempengaruhi laut,” kata Tanzil. “Sebagai ilmuwan kelautan, kami pasti telah melihat efeknya pada garis pantai, hutan bakau, dan lamun.”

Pendekatan ini mendorong peneliti di kawasan lain untuk melestarikan terumbu karang dengan cara yang tidak konvensional. Di Hong Kong, ahli biologi kelautan beralih ke pencetakan 3D untuk merevitalisasi terumbu karang yang mati dan rusak.

Bekerja sama dengan lembaga pemerintah seperti National Parks Board (NParks), Neo dan Tanzil berharap proyek mereka dapat membantu meningkatkan ketahanan populasi koral lokal. Sehingga secara bertahap akan memperluas luas permukaan terumbu karang.

“Perubahan iklim bergerak lebih cepat dari yang bisa kita bayangkan, tetapi terumbu karang di Singapura telah terbukti jauh lebih tangguh daripada yang diduga. Terumbu karang ini juga dapat bertahan di lingkungan marginal dan sangat urban,” kata Neo.

Terumbu karang di Singapura mungkin tidak seindah  dan memiliki banyak warna, seperti yang ada di Australia atau Maladewa. Tetapi telah terbukti sangat tangguh mengingat tingginya tingkat stres dan polusi yang dialami selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Film yang Membuat Setiap Orang Bisa Selamatkan Terumbu Karang Dunia

Di tempat budidaya dan penelitian, deretan tangki air laut dipenuhi dengan pecahan koral, teritip, sea squirts, kerang raksasa, dan invertebrata laut seperti bulu babi dan teripang. Semua ini merupakan bahan pembentuk terumbu karang baru.

Neo dan Tanzil telah memulai proses yang sulit untuk memecah koral yang dikumpulkan dari dasar laut, menempelkannya pada Lego. Sebagian besar Lego ini merupakan sumbangan dari teman dan kolega untuk pertumbuhan kembali dan regenerasi terumbu karang.

“Lego sangat berguna untuk penelitian dan eksperimen kami dalam membantu menumbuhkan pecahan koral kecil di tempat budidaya sebelum kami memindahkannya kembali ke laut,” kata mereka. Ketika koral telah tumbuh dan siap untuk kembali ke laut, Lego akan dilepas dan digunakan kembali untuk proyek masa depan lainnya.

Salah satu kelebihan lego adalah tahan lama, sehingga mereka dapat menggunakannya berkali-kali selama bertahun-tahun.

Proyek restorasi terumbu ini diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun karena kompleksitas di sekitar karang dan lambatnya tingkat pertumbuhan.

“Pembudidayaan dan restorasi karang bukanlah hal yang bisa dilakukan sekali saja,” kata Tanzil. Menumbuhkan koral membutuhkan waktu yang sangat, sangat lama. Beberapa koral di tangki budidaya telah ada di sana selama bertahun-tahun dan telah terfragmentasi berkali-kali.

Selain meremajakan terumbu karang lokal, Neo dan Tanzil juga mengeksplorasi metode hemat-ruang seperti kebun vertikal. Konsep kebun vertikal ini digunakan di Singapura karena keterbatasan lahan untuk bercocok tanam.

Pertanian vertikal bukanlah hal baru, tetapi ini pertama kalinya dicoba pada koral di Singapura. Keduanya ingin menumbuhkan koral yang secara genetik berbeda dan beragam. Ini akan membangun lebih banyak ketahanan dan meningkatkan peluang koral untuk bertahan hidup di alam liar.

Baca Juga: Saya Pejalan Bijak: Keindahan Seni dan Sains yang Bertemu di Taman Patung Bawah Laut

Pemandu selam di Polnustar Diving Center, Herjumes A Atjin, melayang di atas hamparan terumbu karang di Desa Petta, Kabupaten Kepulauan Sangihe. ( Deden Iman Wauntara/National Geographic Indonesia)

Dengan penurunan yang signifikan pada lalu lintas kapal dan aktivitas pelabuhan akibat pandemi, perairan Singapura mengalami perkembangan. Sekelompok nelayan lokal dan pengunjung taman melaporkan penampakan pari elang raksasa dan hiu paus remaja yang sangat langka di lepas pantai.

Pandemi sebenarnya adalah studi kasus yang cukup bagus yang menunjukkan bahwa dunia dapat bekerja sama menuju tujuan bersama jika mau. Masa-masa ini juga menyoroti pentingnya menghargai alam di halaman belakang kita.

Singapura memiliki banyak rencana dan tujuan hijau, tetapi masalah kelautan seringkali terabaikan, tutur Tanzil. Neo dan Tanzil ingin memulai ‘cetak biru’ mereka untuk lautan dan mengajarkan nilai-nilai baru kepada warga Singapura seperti retensi, peremajaan, dan pemulihan. Sehingga semuanya dapat menghargai apa yang sudah dimiliki sebelum terlambat dan punah.

Terumbu karang di Singapura belum putus asa. Sebagai ilmuwan kelautan, Neo dan Tanzil tidak menyerah untuk menyelamatkan terumbu karang dan makhluk yang bergantung padanya untuk hidup.