Konstantinopel Berubah Jadi Istanbul Bukan Saat Direbut Sultan Ottoman

By Utomo Priyambodo, Rabu, 27 Oktober 2021 | 11:00 WIB
Menara Galata, salah satu penanda Istanbul yang memikat siapa saja untuk mengunjunginya. (Didi Kasim/National Geographic Indonesia )

Nationalgeographic.co.id—Jika kamu ingin mengunjungi sebuah kota yang memiliki nuansa Eropa sekaligus Asia, Istanbul adalah tempatnya. Istanbul adalah tempat yang langka karena merupakan satu-satunya kota yang mengangkangi Eropa dan Timur Tengah (Asia dan Afrika).

Istanbul pernah menjadi ibu kota Kekaisaran Romawi Timur yang juga dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium, ketika kota itu masih disebut Konstantinopel. Lalu, kota ini juga sempat menjadi basis kekuatan Kekaisaran Ottoman atau Turki Usmani yang pengaruhnya meluas ke Afrika dan dunia Arab.

Akan tetapi, kapan tepatnya kota Konstantinopel berubah nama menjadi Istanbul?

Jawabannya, secara mengejutkan, bukan ketika bekas kota Romawi itu direbut oleh Sultan Ottoman atau pasukan Utsmaniyah pada tahun 1453. Sebab, variasi nama "Konstantinopel" ternyata terus digunakan oleh para penakluk berbahasa Turki lama setelah mereka menguasai kota itu.

"Fakta bahwa Ottoman menyebut Istanbul 'Kostantiniyye', di antara nama-nama lain, dalam ribuan dokumen resmi mereka," kata Christoph Herzog, ketua studi Turki di University of Bamberg di Jerman, seperti dilansir Live Science.

Kota ini sudah memiliki banyak nama sebelum disebut Konstantinopel. Kota ini pertama kali dikenal sebagai Bazantion (juga dieja Byzantion) oleh orang-orang Yunani yang mendirikannya pada tahun 657 Sebelum Masehi. Nama ini kemudian berkembang menjadi nama Latin Byzantium atau Bizantium.

Baca Juga: Diari Perjalanan: Ragam Kisah Visual nan Menawan dari Menara Galata

Air mancur di halaman Hagia Sophia di Istanbul, Turki menjadi daya pikat para wisatawan. (Yunaidi Joepoet)

Kota ini juga sempat disebut sebagai Romawi Baru dan Augusta Antonina, untuk menghormati putra kaisar Romawi. Kemudian Kaisar Romawi Konstantinus Agung —yang terkenal sebagai kaisar Romawi pertama yang memeluk agama Kristen— menamakannya Konstantinopel mirip seperti namanya sendiri sekitar tahun 330. Nama itu melekat sampai pasukan Utsmaniyah muncul.

Ottoman tidak secara resmi mengubah nama Konstantinopel ketika mereka mengambil alih kota tersebut pada abad ke-15. Namun penaklukan kota itu menandai perubahan seismik dalam geopolitik, karena pusat kekuasaan Konstantinopel bergeser ke timur dan menjauh dari Eropa.

"Saya pikir kepentingan strategis dan simbolis Istanbul diakui bahkan saat itu, seperti yang dapat dilihat dari fakta bahwa Istanbul dijadikan ibu kota baru Kekaisaran Ottoman," kata Herzog.

Baca Juga: Lelakon Ambisi Ottoman Turki dalam Pengepungan Konstantinopel

Orang-orang di tempat lain di kekaisaran Ottoman mulai menggunakan kata "Istanpolin," yang berarti "ke kota" dalam bahasa Turki. Kata ini diadaptasi dari frasa Yunani "ke kota" atau "eis tan polin" untuk menggambarkan wilayah pusat kekusaan baru kekaisaran Ottoman. Secara bertahap, Istanpolin menjadi lebih banyak digunakan, tetapi nama resminya tetap Konstantinopel.

Seiring berlalunya abad, bahasa sehari-hari berubah sedikit demi sedikit, sehingga sebutan Istanpolin akhirnya menjadi Istanbul.

Setelah kekalahannya dalam Perang Dunia I, kesultanan Kekaisaran Ottoman dihapuskan pada tahun 1922, dan Republik Turki lahir pada tahun 1923, menurut Britannica.

Keramahan penjaja buah nan segar di salah satu sudut Istanbul, Turki. (Didi Kasim/National Geographic Indonesia)

Baca Juga: Kerangka Prajurit Bizantium dengan Rahang Emas Ditemukan di Yunani

Tak lama kemudian, pada tahun 1930, layanan pos Turki memutuskan bahwa beberapa klarifikasi harus dilakukan, dan memilih untuk menjadikan Istanbul sebagai nama resmi kota tersebut. Institusi lain segera menyusul. Pada tahun yang sama, Departemen Luar Negeri AS dan pemerintah lain di seluruh dunia mulai menggunakan Istanbul dalam komunikasi resmi mereka.

Jadi, sulit untuk mengatakan secara pasti kapan Konstantinopel menjadi Istanbul karena pada saat kota itu diresmikan, orang-orang telah menggunakan Istanbul dan variasi nama itu selama berabad-abad. Mustahil untuk menentukan kapan transisi dari kata Instanpolin ke Instabul terjadi dalam percakapan populer karena bahasa berkembang secara bertahap.

Yang jelas, sampai hari ini jejak sejarah Istanbul dari banyak nama tersebut tetap hidup dalam susunan budaya kota ini, kata Herzog. "Sebagai ibu kota kekaisaran yang membentang di tiga benua selama berabad-abad, ada banyak kelompok orang yang tinggal di sana."