Ziarah ke Pulau-Pulau Tenggelam (2)

By , Rabu, 21 Januari 2015 | 20:00 WIB

Pulau-pulau kecil di Kecamatan Kepulauan Banyak Kabupaten Aceh Singkil. Kepulauan ini mengelana di barat daya Aceh, terkepung oleh Nias di selatan dan Simeulue di utara.

Ombak bergulung-gulung. Hujan dan badai kejar mengejar.Untung saja petir belum datang. KM Muara Singkil yang saya tumpangi berayun-ayun, terseok-seok diterpa gelombang laut.

Penyeberangan dari Singkil ke Pulau Balai itu menegangkan sekaligus seru, adrenalin saya berpacu. Ini adalah bulan Juli, di mana tidak seharusnya cuaca menjadi seburuk ini. Tapi amuk samudera tidak dapat dibendung.

Kapal KM Muara Singkil yang saya tumpangi akhirnya berlabuh di pelabuhan penyeberangan Pulau Balai setelah 5 setengah jam diempas gelombang badai. Penyeberangan yang normalnya ditempuh hanya dalam waktu 2 hingga 3 jam saja.

Kepulauan Banyak merupakan gugusan pulau-pulau di barat daya Provinsi Aceh. Gugusan kepulauan ini terasing dari hiruk pikuk kehidupan glamour perkotaan.Saya berkunjung untuk melacak jejak perubahan iklim. Informasi yang saya dapatkan, jumlah pulau-pulau disini selalu berubah dari waktu ke waktu.

Pulau Malelo adalah target pertama saya. Pulau ini, konon merupakan pulau yang dulunya hidup dan ditumbuhi pepohonan kelapa, tapi kini nyaris tidak memiliki sebatang pohon pun.

Di Malelo, pantainya landai berpasir putih. Luasnya tak lebih dari setengah lapangan bola kaki.

Istri sekaligus teman seperjalanan saya, Elfa Yeni menanyakan bagaimana mungkin orang tidak percaya volume air laut bertambah sementara pulau ini sudah nyaris tenggelam? Elfa memperlihatkan kepada saya bekas pasang surut air di pantai Pulau Malelo.

Dia tegak diantara tunggul pohon kelapa yang sudah patah dan lapuk. Burung dara laut terbang berhamburan saat perahu mesin yang kami tumpangi mendarat di pantainya. Di sini ada dua jenis dara laut, dara laut jambul (Sterna bergii) dan dara laut biasa (Sterna hirundo).

Menurutnya, perubahan iklim masih dalam perdebatan. Sebagian ahli masih beranggapan bahwa yang terjadi hanyalah anomali, ketidakberaturan cuaca.

Tak banyak riset tentang perubahan iklim dilakukan di sini.

“Tapi pulau ini membuktikan air laut sudah naik. Volumenya bertambah besar.Sisa tunggul kayu di pulau ini membuktikan kalau dulunya tempat ini adalah daratan yang ditumbuhi pepohonan. Sekarang pepohonan sudah mati, terendam air laut,” kata Elfa.

Dia menggali pasir dengan tangannya. Pasir ini, katanya, berisikan tumpukan sedimen yang dibawa air laut. Dia menggali hingga setengah meter lebih dalam dan menemukan lapisan pasir lain yang berbeda dengan lapisan di atasnya.

Pasir ini bulirannya lebih halus, kata Elfa, mestinya berada di lapisan atas. Bulirnya lebih mirip tanah ketimbang pasir. Tapi lapisan atas justru berada di bawah.