Di Balik Kisah Mencari <i>Ping</i> AirAsia QZ8501

By , Jumat, 23 Januari 2015 | 10:04 WIB

Setelah pesawat AirAsia QZ8501 yang menerbangi rute Surabaya-Singapura dinyatakan 'detresfa' atau resmi dinyatakan hilang, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo menyampaikan kronologi hilang kontak pesawat dengan register PK-AXC tersebut.

Pukul 05.36 WIB, pesawat berangkat dari Surabaya menuju Singapura dengan ketinggian 32.000 kaki dan melewati jalur M635. Pukul 06.12 WIB, kontak terakhir pesawat dengan Air Traffic Controller (ATC) Jakarta, pilot meminta menghindar ke arah kiri dan meminta izin untuk naik ke ketinggian 38.000 kaki, dan permintaan tersebut disetujui oleh pihak ATC.

Pukul 06.16 WIB, pesawat masih tampak di layar radar. Pukul 06.17 WIB, pesawat hanya tinggal sinyal di dalam radar ATC.

Pukul 06.18 WIB, pesawat hilang dari radar dan pada radar tinggal data rencana terbang. Pukul 07.08 WIB, pesawat dinyatakan INCERFA yakni tahap awal hilangnya kontak dan pihak Dirjen Perhubungan Udara melakukan kontak ke Badan SAR Nasional (Basarnas).

Pukul 07.28 WIB, pesawat dinyatakan ALERFA atau tahap berikut dalam menyatakan pesawat hilang kontak. Dan pada pukul 07.55 WIB, pesawat dinyatakan DETRESFA atau resmi dinyatakan hilang.

Pada waktu hampir bersamaan, di tempat berbeda, di pantai Desa Kubu, Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, seorang warga bernama Efendi (56) meninggalkan rumah untuk memperbaiki atap kandang ayamnya yang terletak tidak jauh dari daerah pantai.

Sekitar pukul 06.30 WIB, ia mengaku melihat pesawat berwarna merah dengan kombinasi warna merah dan putih di bagian ekor terbang tendah di atas laut dari arah selatan dan berbelok ke arah timur.

Pesawat berjalan seolah-olah seperti mobil mogok dan terbang rendah ke arah laut. Ia mengaku baru melaporkan apa yang telah disaksikan di pagi hari saat sang anak bercerita bahwa banyak anggota TNI beraktivitas di pinggir pantai dekat rumahnya dengan menggunakan speed boat pada malam hari.

Grafis kronologi penemuan jasad dan serpihan AirAsia QZ8501 di perairan di bagian utara Laut Jawa, yang berdekatan dengan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. (T Asyanti Syarif/Warsono/National Geographic Indonesia)

!break!

Kesaksian lain datang dari Rahmat (44), nelayan Desa Kubu yang pada Minggu pagi (28/12), sekitar pukul 07.00 WIB, berada di perairan yang tidak jauh dari muara Sungai Buluh Kecil, Kalimantan Tengah. Suara dentuman keras didengarnya diikuti dengan getaran yang dirasakan berbeda dengan ombak pada umumnya di haluran selatan.

Menurut dia, tidak tampak apa pun di laut, kabut tebal menutupi perairan di saat bersamaan hujan turun begitu deras dan laut sedang mengamuk. Baru keesokan harinya, Senin (29/1), apa yang didengarnya dari laut diceritakan kepada Lurah Kumai yang diteruskan kepada aparat TNI.

Nelayan lain, Darso (36), pada Minggu pagi (28/12), sekitar pukul 06.30 WIB, yang berada di Tanjung Pandan mengaku melihat sebuah pesawat terbang rendah, miring, ke arah Tanjung Puting lalu berbelok ke laut.

Angin begitu kencang dan hujan sedang berlangsung, tidak terdengar suara mengingat jarak pesawat cukup jauh. Menurut dia, posisi pesawat berwarna dominan putuh dan merah datang dari arah timur.