Di Balik Kisah Mencari <i>Ping</i> AirAsia QZ8501

By , Jumat, 23 Januari 2015 | 10:04 WIB

Sebagai catatan, letak Tanjung Kubu atau Pantai Kubu tempat Efendi berada sekitar 22 kilometer (km) di barat laut Sungai Buluh Kecil tempat Rahmat berada. Sedangkan jarak Tanjung Pandan tempat Darso berada sekitar 16 km sebelah barat tempat Rahmat berada, sedangkan Teluk Kumai berada di bagian barat Tanjung Puting berjarak hanya empat km di sebelah timur Tanjung Pandan tempat Darso berteduh saat mencari ikan.

(Sumber: KOMPAS)

Pada Senin malam (29/1), saat tiga saksi mata dari keberadaan pesawat Airbus 320-200 milik maskapai AirAsia yang hilang kontak dengan ATC di wawancarai melalui sambungan telepon oleh salah satu televisi swasta, menurut keterangan salah seorang awak media yang kebetulan berada di lantai 14 Kantor Pusat Basarnas, suasana menjadi gaduh. Kepala Basarnas Marsekal Madya FH Bambang Soelistyo segera meminta jajarannya untuk menemui para saksi.

Hasilnya, pesawat P130 TNI AU melihat secara visual ditemukan benda logam terapung di koordinat 03.50.112 LS dan 110.29 BT, atau sebelah barat Teluk Kumai, Kalimantan Tengah, pada pukul 11.30 WIB, yang kemudian diketahui sebagai bagian dari pesawat AirAsia QZ8501.

!break!

Berlomba mendapatkan "ping"

Setelah diketahui lokasi evakuasi pascapenemuan serpihan dan jenazah korban pesawat AirAsia QZ8501, kapal-kapal yang membawa teknologi pendeteksi obyek bawah air mulai bergerak ke lokasi penemuan. Ada banyak kapal-kapal yang ikut melakukan pencarian memiliki sonar, tetapi tidak semua membawa "pinger locator" yang mampu menangkap "ping" dari kotak hitam pesawat.

Kapal-kapal perang seperti KRI Banda Aceh, KRI Bung Tomo, RSS MV Swift Rescue milik Singapura, kapal USS Fort Worth milik Amerika Serikat tentu dilengkapi sonar yang mampu menangkap obyek-obyek di dalam laut. Sama halnya dengan kapal-kapal survei seperti Baruna Jaya I milik Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), kapal survei Java Imperia yang menjadi rekanan BPPT, dan kapal survei Mahakarya Geo Survey yang membawa beberapa alat yang mampu mendeteksi obyek-obyek di bawah air seperti multibeam echo sounder, side-scan sonar, dan magnetometer yang khusus mendeteksi obyek-obyek metal.

Petugas KNKT dan tim pencari tengah mengawasi proses pemindahan ekor pesawat AirAsia QZ8501 dari kapal Crest Onyx ke truk pengangkut di Pelabuhan Kumai, Pangkalan Bun, Minggu (11/1). Ekor pesawat ini telah diangkat dari dasar perairan Laut Jawa pada Sabtu (10/2). (Efan Ekananda/National Geographic Indonesia)

Beberapa kapal pun dilengkapi dengan remotely operated vehicle (ROV) dengan berbagai ukuran, yang berfungsi mengambil gambar obyek-obyek di dalam laut. Meski akhirnya ROV milik Singapura dari kapal RSS MV Swift Rescue lah yang berhasil mengalahkan kuatnya arus di perairan Teluk Kumai dan Laut Jawa, dan mengabadikan dengan baik badan pesawat AirAsia QZ8501 pada Rabu (14/1), sekitar pukul 15.07 WIB.

Sebelumnya beberapa temuan obyek besar juga ditemukan sonar dari KRI Bung Tomo pada Jumat pagi (2/1), pukul 07.34 WIB, di sektor prioritas yang telah ditetapkan Basarnas. Temuan ditindaklanjuti dengan meminta kapal Geo Survey melakukan pendeteksian lebih lanjut dengan side-scan sonar dan magnetometer untuk memperoleh gambar yang lebih presisi dan memastikan dua obyek berdimensi 9.2x4.6x0.5 meter dan 7.2x0.5 meter yang ditemukan berdekatan di kedalaman 30 meter tersebut merupakan obyek metal.

Pada Sabtu (3/1), dua obyek lainnya ditemukan pada pukul 05.43 WIB dan pukul 15.00 WIB. Namun keempat obyek tersebut tidak pernah terkonfirmasi dengan bukti gambar karena ROV milik kapal Geo Survey tidak berhasil mengalahkan arus 2.5 hingga 5 knot yang bergerak di dasar laut.

Baruna Jaya IV (BPPT)