Di Balik Kisah Mencari <i>Ping</i> AirAsia QZ8501

By , Jumat, 23 Januari 2015 | 10:04 WIB

Pada Selasa (6/1), Kepala Basarnas mengumumkan area pencarian baru yang disebut sektor pencarian kedua untuk fokus mencari kotak hitam pesawat. Dan pada hari yang sama ia kembali mengumumkan temuan dari sonar dari USS Fort Worth yang menjadi obyek besar ke-6 dan ke-7, namun kembali temuan tersebut tidak terkonfirmasi dengan gambar meski ROV milik kapal perang Amerika Serikat tersebut sudah dicoba untuk diturunkan ke bawah air.

!break!

Sebelumnya, pada Minggu (4/1), Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam Ridwan Djamaluddin mengatakan Baruna Jaya I bergerak ke arah Barat Laut dari sektor prioritas pertama untuk fokus mendapatkan PING dari kotak hitam pesawat. Para perekayasa BPPT telah membuat model arah kapal berdasarkan koordinat temuan jenazah dan serpihan pesawat untuk menentukan lokasi kotak hitam.

Area baru pencarian Baruna Jaya I tersebut merupakan hasil permodelan yang dibuat yang direkomendasikan Kepala Balai Teksurla (Balai Teknologi Survei Kelautan), di mana butuh waktu sembilan jam untuk menjangkau lokasi tersebut dalam kondisi cuaca di perairan yang buruk. Pada area baru pencarian tersebut, telah dibuat rencana jalur pemetaan yang jika dilakukan secara disiplin dengan bantuan beberapa kapal akan menghabiskan waktu 60 jam atau secara matematis pemetaan akan membutuhkan waktu tiga hari.

Proses pemindahan ekor pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di wilayah perairan Laut Jawa bagian utara, berbataskan Selat Karimata, di Pelabuhan Kumai, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. (Efan Ekananda/National Geographic Indonesia)

Sementara Baruna Jaya I masih mencoba menemukan lokasi kotak hitam, pada Rabu (7/1), Kepala Basarnas mengumumkan penemuan ekor pesawat yang terkonfirmasi dengan hasil foto yang diambil oleh tim penyelam dari TNI AL yang berada di KRI Banda Aceh setelah kapal Geo Survey memperoleh citra dari sonar. Pengangkatan ekor pesawat akhirnya diputuskan dengan harapan kotak hitam yang terdiri dari Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR) dapat ditemukan dibagian tersebut.

Setelah dua hari pengangkatan ekor pesawat dilakukan, ternyata Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi mengatakan kotak hitam tidak ditemukan dibagian ekor. Dan pada hari yang sama, Sabtu siang (10/1), kapal Baruna Jaya I yang bekerja bersama kapal survei Java Imperia dan KN Trisula menemukan indikasi lokasi kotak hitam yang dicari, "ping" Emergency Locater Transmitter (ELT) yang didapat dari kotak hitam yang ditankap Baruna Jaya I dan Java Imperia.

Sinyal "ping" yang berhasil dideteksi "pinger locator" milik Baruna Jaya I berlokasi di 3 derajat 37 menit 20.7 detik Lintang Selatan dan 109 derajat 42 menit 43 detik Bujur Timur, serta "ping" yang terdeteksi kapal riset Java Imperia di 3 derajat 37 menit 21.13 detik Lintang Selatan dan 109 derajat 42 menit 42.45 detik Bujur Timur tersebut diumumkan Kepala Basarna pada Minggu (11/1). Koordinat ini pun telah disampaikan kepada KNKT.

Meski demikian, temuan-temuan tersebut tidak pernah sempat terkonfirmasi secara visual mengingat Baruna Jaya I tidak "diperkenankan" berada di lokasi temuan itu lagi. Perekayasa Madya BPPT Yudo Haryadi mengatakan ROV dan Autonomous Underwater Vehicles (AUV) yang sudah disiapkan Baruna Jaya I untuk mengambil visual dari lokasi kotak hitam dan sekaligus badan pesawat AirAsia tidak sempat diturunkan.

!break!

FDR akhirnya berhasil diangkat dari dasar laut pada Senin (12/1), disusul CVR berhasil diangkat tim penyelam TNI AL pada Selasa (13/1). Saat foto badan pesawat AirAsia akhirnya berhasil diabadikan ROV milik Singapura dari kapal RSS MV Swift Rescue, dan diunggah oleh Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen di akun Facebook-nya, pihak dari kapal Geo Survey menyebutkan lokasi temuan badan pesawat tersebut sudah diketahui pihaknya sebelumnya, dan koordinatnya diberikan untuk dapat diambil fotonya oleh ROV milik Singapura.

Sementara itu, saat Antara mengonfirmasi kebenaran penemuan badan pesawat AirAsia yang berhasil diabadikan ROV milik Singapura kepada Koordinator lapangan Tim KNKT Ony Soeryo Wibowo di Lanud Iskandar, ia membenarkan badan pesawat sudah ditemukan. Bahkan, menurut dia, badan pesawat bersama dengan bagian besar pesawat lainnya sebenarnya sudah ditemukan sebelumnya, hanya saja belum sempat teridentifikasi secara visual.

Dudukan perekam suara kokpit (cockpit voice recorder) pesawat AirAsia QZ8501 yang diangkat penyelam TNI AL dari dasar laut ke KRI Banda Aceh di perairan Kalimantan Tengah, Selasa (13/1). Sebagian besar badan pesawat diperkirakan masih berada di dasar laut. (Heru Sri Kumoro/Kompas)

"Sudah ketemu (badan pesawatnya), area sudah dideteksi dan sudah diberi tanda. Mau diambil, mau dituruti lagi silahkan," ujar dia.

KNKT, menurut dia, sudah melakukan analisa dan melakukan pemetaan awal kemungkinan lokasi pesawat sejak awal mendapat kabar pesawat dengan nomor register PK-AXC tersebut mengalami hilang kontak dengan ATC pada Minggu (28/1).

"Kami kirim side-scan sonar dengan menggunakan KN Jadayat dan KN Andromeda. Lokasi kami di bagian utara barat dari Basarnas bekerja, mereka (Basarnas) berkonsentrasi mengevakuasi korban di selatan sedangkan KNKT konsentrasi mendapatkan kotak hitam".

Ia mengatakan lokasi badan pesawat yang dilokalisir KNKT memang tidak jauh dari ekor pesawat yang telah ditemukan.

Cerita pencarian "ping" AirAsia pun tidak selalu berjalan tanpa ketegangan, karena keinginan untuk memperoleh berita eksklusif membuat media massa nasional sempat bersitegang dengan awak media massa asing yang lebih mendapat keleluasaan memperoleh informasi dan gambar di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.