Pernikahan Ratu Victoria dan Pangeran Albert dari Saxe-Coburg dan Gotha tahun 1840 mengubah tradisi tersebut. Mereka menyajikan kue prem bertingkat tiga dengan tinggi 40 cm, berukuran hampir 10 kaki, dan beratnya 136 kg.
Tinggi dan ukuran kue sang Ratu adalah hal yang baru. Kebanyakan kue tradisional Inggris hanya memiliki satu lapis pada waktu itu. Sejarawan makanan percaya bahwa ratu ingin kuenya mencerminkan pengaruh Prancis, yang populer di Inggris saat itu.
Ide kue bertingkat berawal dari masa pra-revolusioner di Prancis, ketika para koki menyajikan masakan dengan lebih dekoratif dan vertikal. Setelah revolusi, para pembuat kue meninggalkan Prancis menuju Inggris di mana karya mereka lebih dihargai oleh kaum bangsawan.
Baca Juga: Penemuan Kue Hazelnut-Almond Jejak Peninggalan Perang Dunia Kedua
Muncul spekulasi bahwa kue berukuran tinggi dibuat pada awal abad ke-18 oleh seorang pembuat roti London. Ia terinspirasi untuk menciptakan kembali menara Gereja St. Bride yang dirancang oleh arsitek Christopher Wren. Namun dalam bukunya Wedding Cakes and Cultural History, Simon R. Charsley meragukan gagasan itu.
Juga untuk pertama kalinya, kue Ratu Victoria dan Pangeran Albert juga menampilkan beberapa patung mini di atasnya. Salah satunya adalah Britannia, perwujudan wanita Inggris Raya yang memberkati pasangan kerajaan dengan mengenakan kostum Romawi. Dalam waktu singkat, patung-patung kecil yang diletakkan di atas kue pun populer di berbagai kalangan.
Meski membuat tren baru, kue pasangan kerajaan ini tetap mengikuti beberapa tradisi lama. Alih-alih kue bolu yang lembut, kue Ratu Victoria sarat dengan gula, alkohol, dan buah kering. Takaran gula dan alkohol yang berlimpah ini membuat kue pengantin tersebut awet sampai bertahun-tahun.