Perang Dunia, Mendorong Lahirnya Operasi Plastik dan Anestesi Modern

By Galih Pranata, Kamis, 4 November 2021 | 17:00 WIB
Walter Yeo adalah salah satu pasien pertama yang dioperasi oleh Harold Gillies. (National Army Museum)

Nationalgeographic.co.id—Dampak mengerikan terjadi selepas rampungnya Perang Dunia I. Secara keseluruhan, setidaknya ada 37 juta korban militer dan sipil, diantaranya 21 juta terluka dan 16 juta dinyatakan tewas.

"Belum pernah ada konflik lain di dunia, yang membawa kehancuran seperti itu dalam hal kematian dan cedera," tulis Kirby. Robert Kirby merupakan profesor pendidikan klinis dan ahli bedah di Universitas Keele.

Tulisannya kepada The Conversation, menjelaskan tentang fenomena mengerikan, dampak dari Perang Dunia I. Artikelnya berjudul World War I: the birth of plastic surgery and modern anaesthesia, dipublikasi pada tahun 2018.

"Selama empat tahun perang, ahli bedah militer mengembangkan teknik baru di medan perang dan di rumah sakit pendukung. Dalam dua tahun terakhir perang, para hali menghasilkan lebih banyak korban selamat dari cedera, meskipun pada dua tahun pertamanya banyak mengalami kegagalan hingga berujung kematian," tulisnya.

Pada kubu Front Barat, sekitar 1,6 juta tentara Inggris berhasil dirawat dan dikembalikan ke parit. "Menjelang akhir perang, 735.487 tentara Inggris telah diberhentikan setelah cedera parah. Sebagian besar cedera disebabkan oleh ledakan peluru dan pecahan peluru," tambahnya.

"Sekitar 16% dari korban yang terluka, memiliki luka yang mengenai wajah. Lebih dari sepertiganya dikategorikan sebagai kerusakan parah," ungkapnya. Gillies menyadari akan perlunya tindakan khusus untuk menyelamatkan para korban dari kerusakan di wajah mereka. 

Harold Gillies merupakan ahli bedah THT (telinga, hidung dan tenggorokan) muda dari Selandia Baru. Ia menilai bahwa penanganan khusu sangat dibutuhkan untuk merekonstruksi ulang wajah para korban yang sudah mulai kehilangan bentuk wajahnya. 

Baca Juga: Führerbunker, Tempat Persembunyian Terakhir sang Diktator Nazi

Bedah rekonstruktif yang dilakukan antara tahun 1916 dan 1918. (Wellcome Images)

"Pimpinan medis militer (front Barat) menyadari manfaat pendirian pusat spesialis untuk menangani cedera dan luka tertentu, seperti cedera bedah saraf dan ortopedi atau korban serangan gas," lanjut Kirby. Gillies akhirnya diberi izin untuk mendirikan unit operasi plastik pertama di Inggris, Rumah Sakit Militer Cambridge di Aldershot, pada Januari 1916. 

Hal yang pertama ia lakukan adalah mencari pasien dari Perancis, yang cocok untuk dikirim ke unitnya di Inggris. "Kebanyakan dari pasien merupakan tentara yang terkena luka bakar parah di bagian wajah yang dikirim ke Aldershot," tambahnya.

Gillies sendiri melakukan formulasi dasar melalui coba-coba pada awalnya, yang kemudian dianggap berhasil. Salah satu teknik utama yang dikembangkan Gillies adalah cangkok kulit tube pedikel. "Sebuah lipatan kulit dipisahkan tetapi tidak terlepas dari bagian tubuh prajurit yang sehat, dijahit ke dalam tabung, dan kemudian dijahit ke daerah yang terluka," terangnya.

Baca Juga: Penemuan Kue Hazelnut-Almond Jejak Peninggalan Perang Dunia Kedua

"Suatu periode waktu diperlukan untuk memungkinkan suplai darah baru terbentuk di tempat implantasi. Kemudian dilepas, tabung dibuka dan kulit rata dijahit di atas area yang membutuhkan penutup," imbuh Kirby. Salah satu pasien pertana Gillies adalah Walter Yeo.

Yeo mengalami cedera wajah selama Pertempuran Jutlandia pada tahun 1916, termasuk kehilangan kelopak mata atas dan bawahnya. "Pedikel tabung menghasilkan 'topeng' kulit yang dicangkokkan di wajah dan matanya, menghasilkan kelopak mata baru," lanjutnya.

Hasilnya, meski jauh dari kata sempurna, setidaknya Yeo telah mendapatkan kembali kelopak matanya. "Yeo mendapatkan kembali kelopak matanya, namun seakan dia memiliki lagi wajah yang baru," ungkapnya.

 Baca Juga: Film 'Onoda', Kisah Nyata Gerilya Tentara Jepang Meski Perang Usai

Operasi wajah dan kepala yang kompleks, membutuhkan cara baru untuk memberikan anestesi. Berbeda dengan prosedur operasi zaman kuno, Gillies telah menunjukan kemunculan anestesi modern.

Tim anestesi di Queen Marry, merupakan salah satu rumah sakit yang dikembangkan oleh Gillies, mengembangkan metode melewatkan tabung karet dari hidung ke trakea (tenggorokan).

"Selain itu, mereka juga menghubungkan tabung endotrakeal (dari mulut ke tenggorokan) yang terbuat dari pipa karet, dan ini digunakan sampai hari ini," pungkas Kirby. Tidak ada yang dapat memenangkan perang selain para tenaga medis yang menyelamatkan jutaan jiwa dari kerusakan akibat perang.