Dua Wajah Sang Nusakambangan

By , Rabu, 11 Maret 2015 | 10:10 WIB

Namun, lepas dari reputasi sebagai pulau penjara dan pulau eksekusi, Nusakambangan sejatinya punya daya tarik sebagai obyek wisata.

Melalui nota kesepakatan bersama antara Gubernur Jawa Tengah dan Menteri Kehakiman pada 1996, bagian timur Nusakambangan dibuka untuk umum sebagai obyek wisata.

Untuk berkunjung ke sana, pengunjung dapat menyeberang dengan menyewa perahu di Pantai Teluk Naga dan mendarat di Dermaga Karang Bolong. Untuk lalu lintas keluarga pengunjung lembaga pemasyarakatan, dermaga yang digunakan ialah Dermaga Wijaya Pura.

Sebagai obyek wisata, Nusakambangan memiliki sejumlah pantai dan hutan. Lalu, lantaran ekosistem Nusakambangan relatif terjaga, pengunjung dengan mudah mendengar berbagai kicauan burung dan melihat beragam jenis kupu-kupu dan kera.

Bahkan, menurut rohaniwan Charlie Burrows, kamera perangkap yang ditempatkan yayasannya di Nusakambangan mampu mengabadikan berbagai binatang besar seperti macan hitam, rusa, babi hutan, serta macan tutul.

Walaupun sejatinya cagar tidak boleh ditinggali manusia, terdapat sekitar 300 keluarga miskin diijinkan untuk mengelola lahan di Nusakambangan, terutama di hutan sekunder. Ini dilakukan untuk menghindari interaksi dengan satwa liar yang ada di sana.

Selain alamnya yang indah, Nusakambangan memiliki berbagai banteng dan gua. Salah satunya adalah Benteng Pendem, sebuah kawasan pertahanan yang terdiri dari berbagai gerbang, lorong jalan tembus ke pantai, ruang penjara bawah tanah, dan ruang pembantaian.

Benteng-benteng ini dibangun dengan tembok-tembok yang sangat tebal. Peninggalan meriam yang diarahkan ke laut juga bisa ditemukan di sini. Adapun gua-gua yang ada di sana ialah Gua Naga, dan Gua Wirya Lodra.

Bisnis

Karena Nusakambangan menyimpan potensi pariwisata yang menjanjikan, banyak orang yang kini menggantungkan hidup dari Nusakambangan dengan menyewakan perahu, menjual oleh-oleh ikan asin, serta menjual makanan dan minuman.

Ibu Sukirman, contohnya. Sejak 1988 dia telah berjualan di gerbang Dermaga Wijaya Pura guna melanjutkan usaha ibunya yang sudah berjualan di sana sejak 1969.

Menurutnya, hari-hari sibuk biasanya pada hari kunjung ke LP yaitu Senin hingga Kamis. Namun setiap ada eksekusi, Ibu Sukirman dan pedagang lainnya mampu meraup untung mengingat Dermaga Wijaya Pura begitu ramai.