Dua Wajah Sang Nusakambangan

By , Rabu, 11 Maret 2015 | 10:10 WIB

Pulau penjara. Julukan itu amat melekat pada Pulau Nusakambangan yang terletak di selatan Kota Cilacap, Jawa Tengah, sejak era penjajahan Belanda.

Oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, Nusakambangan dinyatakan sebagai kawasan tertutup pada 1905. Selang 32 tahun kemudian, pulau itu digunakan untuk menahan penjahat dan tahanan politik.

Reputasi pulau itu sebagai penjara berlanjut setelah Indonesia merdeka. Bahkan, pada 1974 pemerintah Indonesia mengukuhkan status Nusakambangan sebagai pulau tertutup melalui Kepres RI No. 38.

Menurut Charlie Burrows, seorang rohaniwan yang memberi pelayanan di Nusakambangan, terdapat sekitar 3.000 tahanan politik yang dipenjarakan di Nusakambangan setelah 1965.

Kini, Pulau Nusakambangan mendapat julukan baru sebagai pulau eksekusi setelah pemerintah menghukum mati enam terpidana narkoba pada 18 Januari 2015. Sebanyak 10 terpidana mati lainnya juga akan dieksekusi dalam waktu dekat.

Kesiapan ini terlihat seiring semakin ketatnya penjagaan di perairan antara Dermaga Wijaya Pura di Cilacap dan Dermaga Sodong di Nusakambangan. Nelayan tidak diperbolehkan lagi melintas di kawasan tersebut.

Pengetatan keamanan didukung dengan kehadiran KRI Diponegoro dan KRI Lambungmangkurat dari Armada Timur, sebagaimana ditegaskan Laksamada Pertama Manahan Simorangkir yang dihubungi dari Cilacap.

!break!

Rangkaian eksekusi

Sebenarnya bukan baru kali ini saja pelaksanaan eksekusi mati dilakukan di Nusakambangan. Pada 2008, pemerintah mengeksekusi pelaku bom Bali, Amrozi, Ali Gufron, dan Imam Samudra di Lembah Nirbaya yang berada tidak jauh dari Lembaga Pemasyarakatan Batu.

LP Batu salah satu dari empat penjara yang masih difungsikan sampai saat ini dari sembilan penjara yang dibangun sesuai dengan sembilan nama wilayah di Nusakambangan, yakni Nirbaya, Karanganyar, Gliger, Karang Tengah, Limus Buntu, Batu, Besi dan Kembang Kuning.

Dalam perkembangannya, kini terdapat LP Narkotika, LP Terbuka dan LP Pasir Putih atau LP SMS (Super Maximum Security). Di LP Pasir Putih inilah sebagian besar terpidana mati ditempatkan, termasuk yang mungkin akan dieksekusi dalam waktu dekat.

Menurut data Badan Nasional Narkotika (BNN) saat ini terdapat 37 terpidana mati kasus narkotika yang ditempatkan di Nusakambangan.

!break!

Wisata

Namun, lepas dari reputasi sebagai pulau penjara dan pulau eksekusi, Nusakambangan sejatinya punya daya tarik sebagai obyek wisata.

Melalui nota kesepakatan bersama antara Gubernur Jawa Tengah dan Menteri Kehakiman pada 1996, bagian timur Nusakambangan dibuka untuk umum sebagai obyek wisata.

Untuk berkunjung ke sana, pengunjung dapat menyeberang dengan menyewa perahu di Pantai Teluk Naga dan mendarat di Dermaga Karang Bolong. Untuk lalu lintas keluarga pengunjung lembaga pemasyarakatan, dermaga yang digunakan ialah Dermaga Wijaya Pura.

Sebagai obyek wisata, Nusakambangan memiliki sejumlah pantai dan hutan. Lalu, lantaran ekosistem Nusakambangan relatif terjaga, pengunjung dengan mudah mendengar berbagai kicauan burung dan melihat beragam jenis kupu-kupu dan kera.

Bahkan, menurut rohaniwan Charlie Burrows, kamera perangkap yang ditempatkan yayasannya di Nusakambangan mampu mengabadikan berbagai binatang besar seperti macan hitam, rusa, babi hutan, serta macan tutul.

Walaupun sejatinya cagar tidak boleh ditinggali manusia, terdapat sekitar 300 keluarga miskin diijinkan untuk mengelola lahan di Nusakambangan, terutama di hutan sekunder. Ini dilakukan untuk menghindari interaksi dengan satwa liar yang ada di sana.

Selain alamnya yang indah, Nusakambangan memiliki berbagai banteng dan gua. Salah satunya adalah Benteng Pendem, sebuah kawasan pertahanan yang terdiri dari berbagai gerbang, lorong jalan tembus ke pantai, ruang penjara bawah tanah, dan ruang pembantaian.

Benteng-benteng ini dibangun dengan tembok-tembok yang sangat tebal. Peninggalan meriam yang diarahkan ke laut juga bisa ditemukan di sini. Adapun gua-gua yang ada di sana ialah Gua Naga, dan Gua Wirya Lodra.

Bisnis

Karena Nusakambangan menyimpan potensi pariwisata yang menjanjikan, banyak orang yang kini menggantungkan hidup dari Nusakambangan dengan menyewakan perahu, menjual oleh-oleh ikan asin, serta menjual makanan dan minuman.

Ibu Sukirman, contohnya. Sejak 1988 dia telah berjualan di gerbang Dermaga Wijaya Pura guna melanjutkan usaha ibunya yang sudah berjualan di sana sejak 1969.

Menurutnya, hari-hari sibuk biasanya pada hari kunjung ke LP yaitu Senin hingga Kamis. Namun setiap ada eksekusi, Ibu Sukirman dan pedagang lainnya mampu meraup untung mengingat Dermaga Wijaya Pura begitu ramai.