"Ketika Anda berada di awal perjalanan ini, itu menakutkan. Ada begitu banyak pertanyaan dan begitu banyak ketidakpastian," kata Jason.
Jason dan Emily awalnya mempertimbangkan inseminasi intrauterin (IUI), tetapi mengetahui bahwa sampel sperma mereka terbatas, mereka akhirnya memutuskan untuk menjalani fertilisasi in vitro (IVF) untuk meningkatkan peluang keberhasilan mereka. Sepanjang proses IVF, pasangan ini sangat bergantung pada wawasan dan dukungan Dr. Santoro yang merupakan direktur program.
Ketika tiba saatnya untuk melakukan pengambilan telur Emily, pasangan itu sangat senang mengetahui bahwa mereka bisa mendapatkan dengan 18 telur. Telur itulah nantinya yang akan digunakan untuk dibuahi dengan sperma Jason yang sudah lama diawetkan.
Baca Juga: Investigasi Ceceran Sperma Tertua di Dunia, Usianya 100 Juta Tahun
Setelah melewati rangkaian prosedur, akhirnya mereka memiliki delapan embrio. Pengujian genetik mengungkapkan bahwa empat dari delapan embrio sehat, dua laki-laki dan dua perempuan. "Kami merasa tidak nyaman memilih jenis kelamin, jadi kami meminta mereka untuk memilihkan untuk kami," kenang Jason.
Setelah kehamilan yang sehat dan lancar, Emily melahirkan bayi pada 22 Oktober 2016 dan diberi nama Sam. Jason dan Emily benar-benar tak menduga apa yang dilakukan ibunya saat Jason masih remaja justru akan menjadi karunia bagi mereka setelah berpuluh tahun kemudian, mereka sangat mensyukurinya. Berkat ibu Jason, mereka dapat memiliki anak dari darah daging mereka sendiri.
Hari ini Jason dan Emily menikmati kegembiraan menjadi orang tua, mengetahui tiga embrio beku mereka sedang menunggu mereka di ARM jika mereka ingin memiliki lebih banyak anak. "Kami sudah mulai melakukan pembahasan itu," kata Jason dengan semangat. "Yang keren adalah kemungkinan itu ada. Jika saya seorang penjudi, saya akan mengatakan bahwa kami akan kembali ke CU OB-GYN."
Baca Juga: Setelah 350 Tahun, Diketahui Bahwa Sperma Berputar Bukan Berenang