Nationalgeographic.co.id—Jason kotas, pria asal Colorado Amerika Serikat mungkin tak mengerti dengan apa yang dilakukan ibunya kepada dirinya lebih dari 20 tahun yang lalu ketika Jason dipaksa mengeluarkan spermanya. Sampai kemudian setelah menikah, Jason baru mengetahui maksudnya dan sangat bersyukur dengan apa yang pernah dilakukan ibunya tersebut.
Diceritakan, pada saat masih remaja, Jason didiagnosis menderita kanker tulang oleh dokter setelah didapati benjolan sebesar bola baseball di belakang pundak kirinya. "Kisah saya dimulai pada tahun 1995. Saya terbangun di ICU di Rumah Sakit Anak Colorado dengan lebih dari 170 staples di punggung saya. Mereka telah mengangkat tiga tulang rusuk saya dan sebagian paru-paru saya. Saat itulah saya mengetahui bahwa saya menderita kanker," Jason menceritakan kisahnya kepada University of Colorado OB-GYN.
Jason yang berusia 20 tahun berjuang untuk memahami diagnosisnya, sarkoma Ewing. Bentuk kanker tulang pediatrik yang langka dan agresif ini telah tumbuh seukuran bola softball, menempel di tulang rusuknya dan menyebabkan sakit punggung yang melemahkan yang memotivasi kunjungan awalnya ke dokter. Padahal, beberapa bulan sebelum operasi, Jason adalah atlet perguruan tinggi yang sehat dengan masa depan yang cerah.
Meski berhasil dilakukan pengangkatan tumor, tapi Jason diharusnya menjalani kemoterapi dan radiasi selama beberapa tahun. Dokter lantas mengatakan kepada ibunya bahwa perawatan itu dapat memiliki efek samping, yaitu membuat Jason lemah, mengalami kebotakan dan yang paling mengkhawatirkan ibu Jason adalah berisiko menyebabkan kemandulan, meski perawatan tersebut dapat menyembuhkan penyakit kanker di tubuh Jason.
Setelah mendengar keterangan dokter tersebut, lantas ibu Jason memaksa Jason untuk mengeluarkan spermannya dan memasukannya ke dalam stoples. Bertahun-tahun kemudian, Jason baru mengetahui bahwa sperma itu dibawa ibunya ke bank sperma untuk dibekukan.
Ketika itu, Jason sama sekali tak mengerti dengan apa yang dilakukan ibunya terhadap dirinya tersebut. Ibu Jason hanya berkata, bahwa Jason akan menyetujui apa yang dilakukannya tersebut suatu hari nanti.
Baca Juga: Inilah Alasan Mengapa Sperma Bisa Terdeteksi di Bawah Sinar UV
Setelah hampir satu tahun kemoterapi diikuti oleh dua bulan radiasi yang ditargetkan, tidak ada lagi tanda-tanda kanker yang terdeteksi di tubuh Jason. Jason resmi sembuh dari kanker.
Kisah Jason berlanjut, 15 tahun kemudian, ketika Jason sudah menjadi manajer rumah sakit dan bertemu wanita yang dicintainya yaitu Emily, Jason kemudian menikahinya dan berkeinginan memiliki anak. Tapi sayang, ternyata Jason dinyatakan mandul karena saat masih remaja ia pernah mengalami kemoterapi dan radiasi.
"Setelah kami menikah, kami mulai berbicara tentang memiliki anak segera," kata Jason. "Kami berdua mencintai anak-anak dan sangat ingin memiliki keluarga."
Saat itulah Jason kemudian ingat dengan apa yang pernah dilakukan ibunya, ia ingat bahwa spermanya pernah dibekukan dan disimpan di bank sperma. Jason dan Emily kemudian memutuskan untuk mengikuti program bayi tabung di Rumah Sakit Anak yang berafiliasi dengan University of Colorado (OB-GYN University of Colorado).
"Ketika Anda berada di awal perjalanan ini, itu menakutkan. Ada begitu banyak pertanyaan dan begitu banyak ketidakpastian," kata Jason.
Jason dan Emily awalnya mempertimbangkan inseminasi intrauterin (IUI), tetapi mengetahui bahwa sampel sperma mereka terbatas, mereka akhirnya memutuskan untuk menjalani fertilisasi in vitro (IVF) untuk meningkatkan peluang keberhasilan mereka. Sepanjang proses IVF, pasangan ini sangat bergantung pada wawasan dan dukungan Dr. Santoro yang merupakan direktur program.
Ketika tiba saatnya untuk melakukan pengambilan telur Emily, pasangan itu sangat senang mengetahui bahwa mereka bisa mendapatkan dengan 18 telur. Telur itulah nantinya yang akan digunakan untuk dibuahi dengan sperma Jason yang sudah lama diawetkan.
Baca Juga: Investigasi Ceceran Sperma Tertua di Dunia, Usianya 100 Juta Tahun
Setelah melewati rangkaian prosedur, akhirnya mereka memiliki delapan embrio. Pengujian genetik mengungkapkan bahwa empat dari delapan embrio sehat, dua laki-laki dan dua perempuan. "Kami merasa tidak nyaman memilih jenis kelamin, jadi kami meminta mereka untuk memilihkan untuk kami," kenang Jason.
Setelah kehamilan yang sehat dan lancar, Emily melahirkan bayi pada 22 Oktober 2016 dan diberi nama Sam. Jason dan Emily benar-benar tak menduga apa yang dilakukan ibunya saat Jason masih remaja justru akan menjadi karunia bagi mereka setelah berpuluh tahun kemudian, mereka sangat mensyukurinya. Berkat ibu Jason, mereka dapat memiliki anak dari darah daging mereka sendiri.
Hari ini Jason dan Emily menikmati kegembiraan menjadi orang tua, mengetahui tiga embrio beku mereka sedang menunggu mereka di ARM jika mereka ingin memiliki lebih banyak anak. "Kami sudah mulai melakukan pembahasan itu," kata Jason dengan semangat. "Yang keren adalah kemungkinan itu ada. Jika saya seorang penjudi, saya akan mengatakan bahwa kami akan kembali ke CU OB-GYN."
Baca Juga: Setelah 350 Tahun, Diketahui Bahwa Sperma Berputar Bukan Berenang