Sajadah dari Timor

By , Jumat, 27 Maret 2015 | 15:30 WIB

Tahun ini Berta berusia 24 tahun. Ketika usianya enam tahun, Berta mengalami kecelakaan karena tersambar petir yang mengakibatkan kakinya tak tumbuh sempurna.

Bertahun-tahun Berta hidup dengan berbaring dan jalan merayap. Selepas menjalani operasi pertamanya pada usia sebelas. kemudian Berta mulai menenun untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mama Onah selalu berada di sisi Berta untuk menuntun belajar menenun dan terus memberinya semangat hidup.

Berta tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia belajar dengan tekun, membuat pola tenun, mencelup benang, memasang benang, dan duduk seharian untuk menenun. 

Saya menjumpai Berta tatkala gadis itu tengah merampungkan selembar tenunan sajadah di sanggar Mama Onah. Pemesannya adalah sebuah maskapai penerbangan besar di Indonesia.

“Kami mendapat pesanan sajadah cukup banyak dari Jawa. Selembarnya dijual seratus sampai seratus lima puluh ribu rupiah. Biasanya satu sajadah kami kerjakan dalam tiga sampai empat hari,”ujar Mama Onah sambil membelai punggung Berta yang sedang menenun.

Berta sesekali tersenyum dan mengiyakan perkataan ibu angkatnya. “Iya, pesanan banyak, beta menenun setiap hari. Mereka dong juga menenun,”ujar Berta menunjuk rekan-rekannya yang kebanyakan adalah remaja dan ibu rumah tangga.

Dia mengusap peluh di dahinya sembari bergumam,”Tapi sulit juga menjualnya. Ini dijual dibilangnya terlalu mahal, tapi harga benang su mahal e.”