Menguak Misteri Rasa Bosan, 6 Ilmuwan Isolasi 8 Bulan di Gunung Api

By Ricky Jenihansen, Rabu, 10 November 2021 | 08:00 WIB
Anggota kru HI-SEAS berpose untuk foto hari Minggu setelah delapan bulan hidup dalam isolasi di habitat mirip Mars di gunung berapi Mauna Loa, Big Island, Hawaii. (University of Hawaii via AP)

Siapa yang Lebih Rentan?Penelitian sebelumnya di National Library of Medicine telah menunjukkan bahwa beberapa orang lebih rentan terhadap kebosanan daripada yang lain. Pada penelitian sebelumnya, peneliti melihat atribut psikologis yang dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap kebosanan, dan menemukan bahwa orang yang memiliki kondisi yang memengaruhi perhatian mereka, seperti ADHD, mungkin mudah bosan. ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder adalah gangguan mental yang menyebabkan seseorang sulit memusatkan perhatian.

Tidak hanya itu, orang-orang yang terlalu atau kurang peka terhadap rangsangan, dan mereka yang tidak dapat mengungkapkan kegiatan apa yang mungkin cukup menarik untuk memerangi kebosanan mereka, lebih cenderung bosan.

Dalam penelitiannya sendiri, Danckert telah menemukan bahwa orang-orang yang mencapai akhir masa dewasa muda mereka, sekitar usia 22 tahun, mungkin lebih kecil kemungkinannya untuk bosan dibandingkan mereka yang berada di akhir masa remaja. Alasannya mungkin mengisyaratkan penyebab kebosanan yang lebih besar, katanya. "Dalam rentang usia itu, korteks frontal berada pada tahap akhir pematangan dan bagian otak ini membantu pengendalian diri dan pengaturan diri," kata Danckert.

Orang yang pernah mengalami cedera otak traumatis juga lebih rentan terhadap kebosanan, yang dapat mempengaruhi pemulihan mereka, katanya. Ada kemungkinan bahwa ini berhubungan dengan cedera pada korteks frontal.

Meski penelitian tentang kebosanan tidak cukup jauh untuk mengungkapkan cara-cara untuk melawannya. Namun, ada beberapa petunjuk tentang apa yang mungkin membuat tugas membosankan atau tidak. Tugas bisa kurang bernilai karena tidak menyenangkan, tidak menarik, terlalu mudah atau terlalu sulit, atau karena kita menganggapnya tidak penting secara pribadi, menurut Ace. "Kebosanan sering dialami ketika seseorang merasa dirinya terkurung sementara pada situasi atau aktivitas yang tidak bernilai karena satu dan lain alasan," kata Ace.

Baca Juga: Mengapa Air Mata Keluar Saat Menguap? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Sisi positif dari kebosanan adalah, jika ditanggapi dengan cara yang adaptif, ini adalah sinyal untuk mengeksplorasi. (Pxhere)

Mengapa kebosanan itu penting?

Sejauh ini, tidak ada alasan evolusioner yang tepat untuk menjelaskan mengapa kita bosan. Tapi itu tidak berarti bahwa kebosanan tidak bisa membuat kita baik. "Sisi positif dari kebosanan adalah, jika ditanggapi dengan cara yang adaptif, ini adalah sinyal untuk mengeksplorasi, (untuk) melakukan sesuatu yang lain. Bahwa apa yang Anda lakukan sekarang tidak berhasil," kata Danckert.

Menurut peneliti, salah satu cara agar tugas yang membosankan tidak membosankan adalah dengan memikirkannya secara berbeda. "Merefleksikan tentang potensi kegunaan, relevansi, atau kebermaknaan suatu kegiatan dapat membantu individu meningkatkan nilai yang mereka berikan untuk kegiatan tersebut," kata Acee.

Baik Acee dan Danckert mengatakan bahwa kebosanan adalah sesuatu yang perlu kita ketahui lebih banyak. Kebosanan telah dikaitkan dengan banyak hasil negatif, termasuk kinerja akademik yang rendah, tingkat putus sekolah yang tinggi, kesalahan dalam pekerjaan, depresi, kecemasan, dan tujuan hidup yang lebih rendah," kata Acee.

Bahkan jika itu tidak mengarah pada masalah ini pada kebanyakan orang, kebosanan memainkan peran utama dalam kehidupan kita, terutama jika kita mendapati bahwa pekerjaan atau waktu kita di kelas membuat kita mengantuk. "Menghasilkan pengetahuan tentang kebosanan melalui penelitian dapat membantu memberi tahu kami tentang bagaimana merancang program pendidikan, menyusun lingkungan kerja, memberi saran kepada pasien dan klien, dan mengelola kehidupan kita sehari-hari," kata Acee.

Baca Juga: Berkebun di Luar Angkasa Bantu Astronaut Hadapi Rasa Terkurung?