Nationalgeographic.co.id—Tak ada dokumen secara visual yang menggambarkan Alexo de Castro. Akan tetapi, sejarah mencatat dia lahir di Tidore dan memiliki darah sultan di Maluku dari garis ibu. Meski ibunya adalah seorang putri kesultanan, dia pindah agama ketika menikahi seorang pengelana Spanyol yang telah melakukan perjalanan dari Meksiko.
Dari pernikahan inilah, Alexo de Castro lahir sebagai mestizo--bahasa Spanyol untuk mengidentifikasi keturunan Eropa dengan non-Eropa, seperti 'Indo' dalam bahasa Indonesia.
Ketika dewasa sekitar 1617, dia tinggal di Manila dan memiliki istri keturunan Bengali bernama Ynés de Lima. Dia juga memiliki budak bernama María de Lima. Alexo mengaku dirinya bersama keluarga hidup sebagai Katolik yang telah dibaptis, dan berjuang untuk kejayaan monarki Habsburg di seluruh Asia lewat pekerjaannya sebagai tentara Manila.
Halaman selanjutnya...
Tetapi istrinya curiga dia masih memeluk Islam dalam hatinya. Terlebih latar belakangnya di Maluku yang pada abad ke-17 dikenal sebagai orang-orang yang pindah agama secara munafik. Perselisihan identitas ini makin memanas ketika Alexo dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap María de Lima. María dan Ynés melaporkan, dia masih menjalankan salat lima waktu seperti Muslim pada umumnya.
Ketegangan yang dialami Alexo adalah kasus luar biasa, mengingat masa itu masalah antar ras dan agama adalah yang fatal dalam struktur sosial. Dia ditahan di Manila, kemudian masalahnya dibawa ke persidangan di negeri yang jauh dari Filipina dan Maluku, yang terjadi pada 1646.
Ceritanya bersama masalah konflik keagamaan ini, diungkap dalam jurnal Itinerario tahun 2015, oleh Ryan Dominic Crewe, sejarawan di University of Colorado, Amerika Serikat.
Crewe berpendapat, kehidupan rumah tangga Alexo terbilang unik karena lingkungannya yang multikultural yang menarik dikaji, karena terjadi di nuansa perang rempah yang bergejolak oleh bangsa Eropa.
Baca Juga: Artefak Megalitik Ditemukan di Maluku Utara, Terkait Pemujaan Leluhur
"Cuplikan sejarah ini tidak hanya mengungkapkan kehidupan dan keluarga multikultural di abad ketujuhbelas," tulisnya dalam paper berjudul Transpacific Mestizo: Religion and Caste in the Worlds of a Moluccan Prisoner of the Mexican Inquisition.
"Itu juga menelusuri satu sejarah yang terhubung melalui tiga lingkungan kehidupan Alexo: komunitas Portugis-mestizo di Maluku yang tinggal di tepi tajam Perang Rempah, sebuah rumah tangga di Manila yang kontaknya mengelingi dunia, dan penjara inkuisitorial yang penuh sesak dari orang-orang yang diduga pindah [agama] dari seluruh dunia di Mexico City."
Persidangan yang dialami Alexo di bulan April 1646 dimulai dengan cerita sejarah hidupnya. Crewe menggarisbawahi, persidangan pada masa itu tentu penuh tekanan, mengingat pemeluk Kekristenan selalu skeptis terhadap ketulusan orang yang baru pindah agama.
Baca Juga: Menyingkap Sejarah Sekolah Modern Pertama di Maluku, Abad Ke-16
Alexo mengisahkan, ibunya yang keturunan bangsawan Maluku berasal dari Pulau Bacan yang di masanya menjadi saudari raja setempat. Ketika memeluk Kristen, ibunya mengambil nama Felipa Deça.
Ada banyak konflik yang dialami antara Ternate-Tidore yang berasal dari masalah perdagangan rempah. Konflik itu berasal dari rivalitas Spanyol dan Portugis berburu Rempah hingga ke Filipina dan Maluku, termasuk mendatangkan Magellan pada 1519, yang membuka rute ayah Alexo bisa tiba di sana. Spanyol disambut hangat di Tidore, yang merupakan saingan Ternate.
"Ini adalah bukti kemungkinan baru perjalanan di dunia abad keenam belas bahwa kakek Alexo dari Spanyol, Lorenzo de Castro, tiba di Maluku tidak melalui jalur laut kuno di Asia Tenggara melainkan dari Amerika, melintasi Samudera Pasifik yang luas dan belum dipetakan," ungkap Crewe.
Baca Juga: Misteri Temuan Patung Tuxtla Asal Meksiko yang Berusia 1.800 Tahun
"Seolah kekayaan Aztek Tenochtitilan tidak cukup, penjajah Spanyol di Meksiko bermimpi mencapai rempah-rempah Maluku yang melegenda."
Menariknya, menurut Crewe, Sultan Siro yang merupakan kakek Alexo dan penguasan Bacan, pindah memeluk Kristen dengan gelar Dom João. Sementara Deça dalam nama ibunya diyakini diambil dari pejabat Portugis berpangkat tinggi di Maluku, Kapten Duarte Deça, sebagai ayah baptisnya. Dengan kata lain, negeri ini telah menyerahkan diri pada Portugis, ketika ayah Alexo dari Spanyol menikah.
Dalam kaki yang terantai dalam persidangan suci, Alexo dituduh mengkhianati agama. Di penjara, Alexo mengamati penjaranya penuh dengan tuduhan yang sama dengannya, mulai dari bid'ah, imam palsu, pendeta sesat, peramal, Muslim Berberber, pemberontak Irlandia yang ingin menghancurkan rezim kolonial, Muslim Berber, dan orang yang dituduh Yahudi.
Mengingat, Islam dan Yahudi adalah dua komunitas agama yang sangat dicurigai oleh penguasa Spanyol pasca runtuhnya Andalusia. Negeri Spanyol Baru itu menjadi rumah bagi tahanan bagi orang-orang bersalah di mata otoritas agama kerajaan, termasuk dari masyarakat Meksiko itu sendiri.
Baca Juga: Artefak Megalitik Ditemukan di Maluku Utara, Terkait Pemujaan Leluhur