Nationalgeographic.co.id—Di Meksiko, seorang pria yang sedang membajak ladangnya, secara tidak sengaja menemukan sebuah batu berwarna hijau, seukuran buah mangga yang besar. Temuan ini ternyata berkaitan dengan Peradaban Maya yang telah ada sejak 2000 SM.
Batu tersebut ditemukan di dekat Pegunungan Tuxtla di negara bagian Veracruz, Meksiko, pada tahun 1902. Motif ukiran berupa sosok manusia kekar dengan paruh burung tergambar pada batu tersebut. Terdapat satu set hieroglif pada bagian sampingnya.
Pada tahun berikutnya, batu ini sudah sampai di Amerika Serikat, di Smithsonian. Para arkeolog awalnya mengira bahwa batu ini berasal dari suku Maya karena Meksiko Selatan terletak di ‘jantung’ peradaban Suku Maya, dan orang Meksiko Selatan, masih menggunakan dialek suku Maya hingga sekarang.
Charles Pickering Bowditch seorang sarjana Mesoamerika yang bertugas di fakultas di Museum Peabody Harvard, membandingkan hieroglif dengan katalog kartu yang telah dia kumpulkan dari semua karakter Maya yang tersedia saat itu. “Saya tidak dapat menemukan kemiripan nyata antara dua jenis hieroglif,” tulisnya pada tahun 1907.
Baca Juga: Temuan Kerangka Suku Maya di Gua Meksiko, Diyakini Bagian dari Ritual
Bowditch berpendapat bahwa patung itu membawa bahasa daerah asli yang tidak diketahui. Pada 1960-an, para ahli berhipotesis bahwa itu adalah "epi-Olmec," bahasa akhir orang Olmec, peradaban Mesoamerika paling kuno yang diketahui. Peradaban tersebut lahir lebih dulu sekitar 1.000 tahun sebelum peradaban Maya. Hipotesis ini masih menjadi bahan perdebatan.
Pada tahun 1993, John Justeson dan Terrence Kaufman, keduanya adalah ahli bahasa, mereka menawarkan solusi yang mungkin dapat memecahkan misteri tersebut. Dibantu dengan segelintir objek berupa tulisan yang sama, seperti yang ditemukan sejak zaman Bowditch, mereka berdua menerjemahkan tulisan berbahasa epi-Olmec.
Selanjutnya, terjemahan Justeson dan Kaufman tentang heiroglif tampaknya mengungkapkan usia patung itu. Kedua cendekiawan tersebut berpendapat bahwa tulisan pada patumg itu berasal dari 162 M, periode pertengahan masyarakat epi-Olmec.
Mengingat kurangnya bukti, beberapa ahli berpendapat bahwa Justeson dan Kaufman tidak dapat mengeklaim telah menerjemahkan bahasa tersebut, sampai menemukan lebih banyak artefak. Ahli yang lain bahkan mengatakan bahwa terlalu dini untuk menyebutnya sebagai skrip "epi-Olmec".
Dalam hal ini, terjemahan Justeson dan Kaufman telah membantu memecahkan kode objek lain yang berkaitan dengan epi-Olmec. Pada 2019, Kaufman dan Justeson berpendapat bahwa sebuah puisi pada satu artefak yang dalam terjemahannya menggambarkan peristiwa transit Venus. Pernyataan tersebut ternyata sesuai dengan peristiwa astronomi masa lalu.
Menariknya, bacaan mereka menunjukkan kemiripan yang kuat dengan bahasa masyarakat Mixe dan Zoquean di Meksiko Selatan. Jika terjemahannya akurat, hal itu menunjukkan bahwa epi-Olmecs berbicara dalam bahasa Zoquean, cabang dari keluarga Mixe-Zoquean. Hal ini juga menunjukkan bahwa bahasa epi-Olmec masih digunakan sampai sekarang.
Baca Juga: Arkeolog Terpaksa Menguburkan Lagi Temuan dari Ibukota Aztec Lama
Source | : | Smithsonian |
Penulis | : | Fadhil Ramadhan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR