Kisah Seorang Guru Merawat Anak Jalanan di Nairobi

By , Selasa, 12 Mei 2015 | 16:30 WIB

Beberapa anak-anak di sana datang dari keluarga berantakan, beberapa lainnya minggat meninggalkan orang tua yang merupakan pecandu alkohol. Namun hidup di jalan tidak begitu mudah.

“Hidup di sini susah. Banyak terjadi hal-hal buruk, lelaki yang lebih muda dihajar yang lebih tua dan kami harus berkelahi untuk makanan,” kata seorang anak lelaki yang duduk dekat saya. Dia juga sedang mengendus lem dan matanya merah.

Namun mereka tertib dan menyambut saya sebagai tamu Odijo.

Mereka mengatakan dia seperti “nabi” atau penyelamat.

!break!

Menyiapkan Makan untuk Anak-Anak Jalanan

Sebelumnya berangkat mengunjungi anak-anak jalanan, Oluoch, istrinya, Benedette, dan putri mereka yang berusia 13 tahun telah mengoleskan mentega ke 30 roti. Mereka menghabiskan biaya sekitar 2.000 shilling Kenya atau setara dengan Rp291.000 per hari untuk memberi makan anak-anak tunawisma tersebut.

Selama berbulan-bulan ia telah membagi gajinya antara kebutuhan rumah tangga dan membeli makanan untuk 60 anak-anak jalanan. Kini, Olouch mengaku mulai merasa terjepit.

Untungnya kabar mengenai perbuatan Oluoch perlahan-lahan mulai menyebar di antara tetangganya. Mulai bulan ini ia mendapat sumbangan roti.

Dia mengatakan dapat menggunakan uang jatah makanan untuk keperluan lain, seperti mengangkut orang ke rumah sakit atau membantu beberapa wanita tunawisma mendirikan kios-kios buah.

Namun tetap saja, proyek sebesar itu sulit dipertahankan dengan gaji seorang guru. Apalagi waktu yang dia habiskan jauh dari rumah setiap hari.

Jadi mengapa dia lakukan hal itu?

“Saya dan istri saya sangat percaya dalam membantu orang,” katanya.