Rasa Makanan di Pesawat Tak Seenak di Darat? Ini Alasannya

By , Selasa, 26 Mei 2015 | 09:00 WIB

Ketika perasa pada lidah berada jauh di atas awan, maka indera perasa yang normal sirna. Katia Moskvitch mencari tahu mengapa hal ini bisa terjadi, dan bagaimana maskapai penerbangan berusaha mencari cara-cara untuk mengembalikan nafsu makan kita.

Bila Anda berpikir bahwa perusahaan-perusahaan katering pesawat terbang menyajikan makanan yang hambar atau tidak membangkitkan nafsu, bukan berarti itu kesalahan perusahaan katering.

Pada dasarnya, indera perasa hilang begitu Anda meninggalkan pintu keberangkatan. Lalu bila Anda menumpang pesawat dengan ketinggian ribuan kaki, dan rasa makanan mulai dari pasta hingga minuman anggur dimanipulasi dengan berbagai cara. Hal ini baru mulai bisa dimengerti.

Kuncup lidah dan indera pencium merupakah dua hal pertama yang hilang pada ketinggian 30.000 kaki. Demikian dikatakan Russ Brown, direktur In-Flight Dining & Retail at American Airlines.

"Rasa adalah kombinasi keduanya, dan persepsi kita tentang rasa asin dan manis turun ketika berada di ruang bertekanan udara."

Semuanya yang dialami dalam penerbangan ternyata memengaruhi rasa makanan.

"Makanan dan minuman benar-benar berasa berbeda di udara bila dibandingkan ketika di darat," kata Charles Spence, profesor psikologi eksperimental di Universitas Oxford.

"Ada beberapa alasan: kelembaban berkurang, tekanan udara rendah, dan latar belakang suara bising."

!break!

Kering dan Tekanan Rendah

Ketika kita menginjakkan kaki di pesawat, atmosfir di dalam pesawat pertama kali mempengaruhi indera perasa. Kemudian, ketika pesawat menjelajah lebih tinggi, tekanan udara turun sementara tingkat kelembaban di kabin berkurang tajam. Pada ketinggian 30.000 kaki, kelembaban kurang dari 12% - lebih kering dibandingkan sebagian besar gurun pasir.

Kombinasi antara kondisi kering dan tekanan rendah menurunkan sensitivitas kuncup lidah untuk makanan manis dan makanan asin sekitar 30%. Itulah hasil penelitian Institut Fraunhofer untuk Fisika Pembangunan di Jerman, yang dipesan oleh maskapai penerbangan Lufthansa.

Guna menyelidiki hal itu, peneliti menggunakan laboratorium khusus yang dapat mengurangi tekanan udara dengan cara simulasi terbang pada ketinggian 35.000 kaki (10.600 km), menyedot kelembaban udara dan simulasi suara mesin.

Bahkan laboratorium khusus dapat membuat tempat duduk bergetar sebagai upaya meniru pengalaman mengonsumsi hidangan dalam penerbangan.