Kekuatan dan kelemahan sistem pasokan benih untuk mendukung proyek restorasi berbasis pohon di Indonesia, Filipina, Malaysia dan India dievaluasi dalam laporan studi baru di jurnal Diversity. Para peneiti memperkirakan bahwa sekitar 157 miliar benih diperlukan untuk memenuhi target restorasi 47,5 juta hektare tersebut.
Laporan studi ini menemukan adanya tren yang menjanjikan, seperti peningkatan dukungan dan pendanaan pemerintah, dalam memenuhi target tersebut. Namun begitu, para peneliti juga menemukan setidaknya dua kekurangan untuk upaya penemuhan target tersebut.
Pertama, kurangnya akses ke benih berkualitas. Dan kedua, peluang yang belum dimanfaatkan bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam pengadaan bibit tanaman tersebut. Menurut mereka, menutup kekurangan ini akan sangat penting untuk kesuksesan jangka panjang pemenuhan target restorasi hutan.
Baca Juga: Genetika Hutan Borneo Ungkap Masa Lalu dan Kemungkinan Masa Depannya
"Penelitian ini menunjukkan dengan sangat eksplisit bahwa ada keterbatasan besar pada kapasitas nasional untuk mewujudkannya dalam skala besar, terutama dalam hal kualitas bahan tanam dan keanekaragaman spesies asli yang sangat penting untuk membuat restorasi menjadi tangguh secara sosial dan ekologis," kata Chris Kettle, salah satu peneliti dalam studi tersebut dan pemimpin global tentang keanekaragaman hayati pohon di Alliance of Bioversity International and CIAT.
"Banyak proyek penanaman pohon terkemuka terbukti gagal memberikan manfaat bagi masyarakat lokal," imbuhnya lagi, sebagaimana dilansir EurekAlert.
Untuk lebih memahami bagaimana organisasi tingkat nasional dari sistem benih pohon mempengaruhi upaya restorasi di lapangan, studi ini memprioritaskan konsultasi dengan orang-orang yang melaksanakan proyek restorasi di empat negara.
"Respons mereka menunjukkan bahwa tantangan dalam memperoleh benih dari spesies dan sumber yang mereka inginkan cukup umum ditemukan, dan informasi tentang kualitas benih seringkali tidak diberikan oleh para pemasok benih. Ini mencerminkan kurangnya kontrol kualitas yang efektif di tingkat nasional dan menyoroti kebutuhan untuk meningkatkan arus informasi dalam sistem benih,” kata Ennia Bosshard, peneliti dari ETH Zurich yang menjadi penulis utama studi tersebut.
Baca Juga: Hutan Mangrove Jadi Sorotan Saat Jokowi Mengunjungi Tahura Ngurah Rai
Halaman berikutnya...