Oei Tiong Ham, Sang Raja Candu Terakhir

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 28 Juli 2015 | 12:45 WIB
Seorang pemadat tengah berbaring dan menikmati isapan pipa candunya, awal abad ke-20. (Tropenmuseum/Wikimedia)
“Oei Tiong Ham weg hilang sekitar 1950-an,” ungkap Yogi Fajri, “lalu berganti menjadi Jalan Pahlawan.”

Oei Tiong Ham weg di kawasan Nieuw-Tjandi, Semarang. (KITLV/ Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde)
 

Oei Tiong Ham weg  hilang sekitar 1950-an,” ungkap Yogi, “lalu berganti menjadi Jalan Pahlawan.” Sementara sampai hari ini di Singapura, Oei Tiong Ham Building masih menjadi nama suatu gedung di National University of Singapore. Di negeri tetangga itu namanya juga menjadi tengara taman permukiman di kawasan bergengsi, Oei Tiong Ham Park.

Yogi juga menunjukkan dua ruas bilangan lain di peta lawas yang mengabadikan nama opsir Cina. Oei Tiong Beng weg, yang mengabadikan nama mayor Cina dan adik Oei Tiong Ham, berganti nama menjadi Jalan Sultan Agung. Kemudian, seruas Be Biaw Tjoan weg, yang mengenang seorang mayor Cina, berganti nama menjadi Jalan Mayjen. Sutoyo.

Baca juga: Permafrost Arktik Meleleh, Jutaan Galon Merkuri Bisa Lepas ke Lautan

Liem Thian Joe mengungkapkan saudagar-saudagar Cina di Singapura yang punya kebiasaan menghisap candu. “Sesudah selesai membicarakan urusan dagang, mereka bersama-sama menghisap candu,” tulisnya. “Yang paling buruk dari kebiasaan itu adalah orang Tionghoa itu tidak sadar bahwa madat itu adalah racun."