Ketika Ahli Arkeologi Singkap Pluralisme Prasejarah Nusantara

By Mahandis Yoanata Thamrin, Jumat, 21 Agustus 2015 | 21:00 WIB
Selain fosil Stegodon, para arkeolog Pusat Arkeologi Nasional juga menemukan artefak prasejarah berupa bola-bola batu. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Truman memang sudah berulang kali mendatangi situs warisan dunia itu. Tampaknya, kemampuan berbahasa Jawanya terasah sejak semasa kuliah di Universitas Gadjah Mada dan bekerja di Balai Arkeologi Yogyakarta. Dia bermukim di kota itu sekitar 1973 hingga 1986, sebelum akhirnya dia melanjutkan kuliah master dan doktornya di Paris, Prancis.

TRUMAN BERHARAP PEMERINTAH memerhatikan tentang pentingnya penelitian dan mendesaknya kebutuhan sumber daya peneliti. Dia berkeluh kesah soal dana penelitian yang kecil. Sejatinya, Truman pernah mengatakan hal ini kepada saya ketika ekskavasi di Gua Harimau dan Sangiran. Betapa setiap tahun, timnya terkendala waktu penelitian yang hanya dua hingga tiga minggu—yang idealnya bulanan. Menurut hematnya, sudah sepantasnya pemerintah memberikan semacam kompetisi antarpeneliti untuk membuat proposal penelitian yang cemerlang. Proposal yang memenuhi kriteria akan mendapatkan pendanaan.

Kini, dia prihatin dengan minimnya sumber daya peneliti di lembaganya. Berbeda dengan LIPI yang tahun-tahun silam masih mendapatkan peneliti baru, ungkapnya, Pusat Arkeologi Nasional sudah beberapa tahun terakhir tidak mendapatkan peneliti baru. Seharusnya, setiap tahun harus ada rekrutmen peneliti baru supaya ada pembinaan berlapis. Truman berharap kepada pemerintah seyogianya jangan menyamaratakan moratorium pegawai karena “penelitian harus terus berjalan.”

“Kalau sekarang kita betul-betul moratorium,” ujarnya. “Jadi ada keterputusan antara peneliti dengan jam tinggi dan jam terbang menengah.” Kemudian dia melanjutkan, “Negara tanpa penelitian akan hancur atau mati. Tidak ada kemajuan. Karena lewat penelitianlah ada ide-ide baru kemajuan pengetahuan.”

Truman menerima penghargaan Sarwono Award tepat satu minggu sebelum hari ulang tahunnya. Tampaknya, penghargaan itu merupakan bingkisan semesta alam yang turut merayakan gempita hari jadinya yang ke-64.

(Artikel ini pernah terbit di laman National Geographic Indonesia pada Agustus 2015)