Siapa yang tak mengenal Gesang Martohartono? Seorang penyanyi dan pencipta lagu keroncong bersahaja yang nama dan lagunya terus dikenang sampai ke mancanegara.
Sebagai bentuk penghormatan padanya, Galeri Indonesia Kaya bersama dengan penulis, sutradara dan pembuat film Indonesia, Marselli Sumarno mempersembahkan Gesang Sang Maestro Keroncong, sebuah film dokumenter yang pertama kali dipersembahkan khusus untuk mengenang Gesang Martohartono.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian mengatakan dalam konferensi pers bahwa sore hari ini Galeri Indonesia Kaya kedatangan seorang pembuat film dokumenter Indonesia, yaitu Marselli Sumarno. Kepiawaian Marselli dalam dunia perfilman telah melahirkan banyak karya, khususnya dalam film dokumenter
Dalam kesempatan kali ini, Marselli menayangkan sebuah film dokumenter tentang seorang tokoh yang berperan besar dalam musik keroncong Indonesia, Gesang.
“Semoga pemutaran film dokumenter ini membuat penikmat seni yang hadir dapat semakin mengenal tokoh budaya bangsa serta terinspirasi untuk terus melestarikan musik asli Indonesia,” ujar Renitasari.
Film dokumenter yang diputar di auditorium Galeri Indonesia Kaya ini, menceritakan riwayat hidup sang maestro keroncong Indonesia yang telah berjasa terhadap perkembangan musik keroncong yang telah dikenal di ranah internasional.
Lagu ciptaannya, Bengawan Solo, telah diterjemahkan setidaknya kedalam 13 bahasa seperti bahasa Inggris, Rusia, Tionghoa, hingga bahasa Jepang. Pemutaran film dokumenter ini juga akan membahas tentang pentingnya suatu dokumenter biografi tokoh-tokoh legendaris Indonesia oleh sang sutradara, Marselli Sumarno.
“Terima kasih Galeri Indonesia Kaya telah memberi kesempatan kami untuk kembali memperkenalkan salah satu tokoh yang paling inspiratif dalam musik keroncong Indonesia, melalui film dokumenter Gesang Sang Maestro Keroncong,” kata Marselli.!break!
Ia berharap dengan adanya pemutaran film ini, para penikmat seni dapat lebih tertarik untuk menikmati film dokumenter. Menurut Marselli melalui film dokumenter masyarakat dapat lebih mengetahui jerih payah seseorang dalam mencapai titik prestasi yang telah mereka raih.
“Kita juga dapat lebih mengapresiasi karya-karya telah mereka ciptakan,” tambahnya.
Pada tahun 1980 Marselli menyelesaikan jenjang D3 di Akademi Sinematografi – Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (sekarang bernama Fakultas Film dan Televisi – Institut Kesenian Jakarta). Tahun 1980- 1981, ia menjadi wartawan Kompas, dan selanjutnya aktif sebagai kontributor sebagai pengamat film dan TV. Marselli juga menulis di harian The Jakarta Post, dan di tahun 80an pernah menjadi koresponden majalah film India, Cinemaya, serta buku tahunan International Film Guide (Inggris).
Di tahun 80an pula, Ia menulis sekitar 30 cerita pendek di Kompas dan sejumlah skenario film TV seperti Pertemuan Dua Hati, Sang Bapak, skenario film bioskop seperti Malioboro, Tragedi Bintaro (unggulan skenario dan cerita asli terbaik FFI 1988), Oom Pasikom. Marselli menyelesaikan studi kesarjanaannya di tahun 1993 di Fakultas Film dan Televisi IKJ dengan skripsi mengenai Penulisan Skenario, suatu studi komparasi antara penulisan skenario film TV dan film bioskop.