Film Dokumenter Pertama Gesang Sang Maestro Keroncong

By , Kamis, 22 Oktober 2015 | 12:00 WIB

Siapa yang tak mengenal Gesang Martohartono? Seorang penyanyi dan pencipta lagu keroncong bersahaja yang nama dan lagunya terus dikenang sampai ke mancanegara.

Sebagai bentuk penghormatan padanya, Galeri Indonesia Kaya bersama dengan penulis, sutradara dan pembuat film Indonesia, Marselli Sumarno mempersembahkan Gesang Sang Maestro Keroncong, sebuah film dokumenter yang pertama kali dipersembahkan khusus untuk mengenang Gesang Martohartono.

Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian mengatakan dalam konferensi pers bahwa sore hari ini Galeri Indonesia Kaya kedatangan seorang pembuat film dokumenter Indonesia, yaitu Marselli Sumarno. Kepiawaian Marselli dalam dunia perfilman telah melahirkan banyak karya, khususnya dalam film dokumenter

Dalam kesempatan kali ini, Marselli menayangkan sebuah film dokumenter tentang seorang tokoh yang berperan besar dalam musik keroncong Indonesia, Gesang.

“Semoga pemutaran film dokumenter ini membuat penikmat seni yang hadir dapat semakin mengenal tokoh budaya bangsa serta terinspirasi untuk terus melestarikan musik asli Indonesia,” ujar Renitasari.

Film dokumenter yang diputar di auditorium Galeri Indonesia Kaya ini, menceritakan riwayat hidup sang maestro keroncong Indonesia yang telah berjasa terhadap perkembangan musik keroncong yang telah dikenal di ranah internasional.

Lagu ciptaannya, Bengawan Solo, telah diterjemahkan setidaknya kedalam 13 bahasa seperti bahasa Inggris, Rusia, Tionghoa, hingga bahasa Jepang. Pemutaran film dokumenter ini juga akan membahas tentang pentingnya suatu dokumenter biografi tokoh-tokoh legendaris Indonesia oleh sang sutradara, Marselli Sumarno.

 “Terima kasih Galeri Indonesia Kaya telah memberi kesempatan kami untuk kembali memperkenalkan salah satu tokoh yang paling inspiratif dalam musik keroncong Indonesia, melalui film dokumenter Gesang Sang Maestro Keroncong,” kata Marselli.!break!

(Galeri Indonesia Kaya)

Ia berharap dengan adanya pemutaran film ini, para penikmat seni dapat lebih tertarik untuk menikmati film dokumenter. Menurut Marselli melalui film dokumenter masyarakat dapat lebih mengetahui jerih payah seseorang dalam mencapai titik prestasi yang telah mereka raih.

“Kita juga dapat lebih mengapresiasi karya-karya telah mereka ciptakan,” tambahnya.

Pada tahun 1980 Marselli menyelesaikan jenjang D3 di Akademi Sinematografi – Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (sekarang bernama Fakultas Film dan Televisi – Institut Kesenian Jakarta). Tahun 1980- 1981, ia menjadi wartawan Kompas, dan selanjutnya aktif sebagai kontributor sebagai pengamat film dan TV. Marselli juga menulis di harian The Jakarta Post, dan di tahun 80an pernah menjadi koresponden majalah film India, Cinemaya, serta buku tahunan International Film Guide (Inggris).

Di tahun 80an pula, Ia menulis sekitar 30 cerita pendek di Kompas dan sejumlah skenario film TV seperti Pertemuan Dua Hati, Sang Bapak, skenario film bioskop seperti Malioboro, Tragedi Bintaro (unggulan skenario dan cerita asli terbaik FFI 1988), Oom Pasikom. Marselli menyelesaikan studi kesarjanaannya di tahun 1993 di Fakultas Film dan Televisi IKJ dengan skripsi mengenai Penulisan Skenario, suatu studi komparasi antara penulisan skenario film TV dan film bioskop.

Marselli juga terlibat dalam berbagai kegiatan perfilman nasional, antara lain dalam penjurian Festival Film Indonesia (1984, 1985, 2004 dan 2005, 2009, 2010), serta pernah meliput sejumlah festival film Internasional, termasuk di Berlin (Jerman), Nantes (Perancis), New Delhi (India), Pusan (Korea Selatan), Manila (Filipina). Di akhir 2006, ia mendapatkan gelar magister seni program S2 Institut Seni Indonesia Surakarta lewat karya film dokumenter 38 menit yang berjudul Sang Budha Bersemayam di Borobudur.!break!

Sekilas Galeri Indonesia Kaya (GIK)

Galeri Indonesia Kaya merupakan ruang publik yang didedikasikan untuk masyarakat dan dunia seni pertunjukan Indonesia sebagai wujud komitmen Bakti Budaya Djarum Foundation untuk terus memperkenalkan dan melestarikan kebudayaan Indonesia khususnya generasi muda agar tidak kehilangan identitasnya sebagai bangsa Indonesia.

Ruang publik yang berlokasi di West Mall Grand Indonesia Shopping Town lantai 8 ini merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia dalam memadukan konsep edukasi dengan digital multimedia untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia, khususnya bagi generasi muda, dengan cara yang menyenangkan, terbuka untuk umum, dan tidak dipungut biaya.

Konsep desain mengangkat ke-khas-an Indonesia dalam kekinian diangkat di dalam interior seperti rotan, motif parang, bunga melati, batok kelapa dan kain batik tulis dari 14 daerah sebagai ornamen. Secara keseluruhan, terdapat 14 aplikasi yang bisa ditemukan di GIK, antara lain: Sapa Indonesia, Video Mapping, Kaca Pintar Indonesia, Jelajah Indonesia, Selaras Pakaian Adat, Melodi Alunan Daerah, Selasar Santai, Ceria Anak Indonesia (Congklak), Layar Telaah Budaya (Surface), Arungi Indonesia, Batik Indonesia, Oculus Rift, Area Peraga, dan Fantasi Tari Indonesia.

Pemutaran film dokumenter Gesang Sang Maestro Keroncong. (Galeri Indonesia Kaya)

Tempat seluas 635 m² ini juga memiliki auditorium yang didukung fasilitas modern sebagai sarana bagi pelaku seni maupun masyarakat umum untuk menampilkan berbagai kesenian Indonesia dan kegiatan lainnya secara gratis, termasuk pengunjung dan penontonnya. Setiap pelaku seni memiliki kesempatan yang sama untuk menggunakan auditorium, baik untuk latihan maupun pertunjukan.

Jumlah pengunjung GIK mulai dari awal tahun 2015 hingga bulan September kemarin mencapai angka 74.723 pengunjung dan 12.270 penikmat seni. Kegiatan yang diadakan di GIK bulan September sebanyak 28 kegiatan yang terdiri dari pertunjukan musik, tari, seni peran, sastra, pameran, shooting/photoshoot, workshop, screening film, dan talkshow. Untuk dapat menggunakan semua fasilitas tersebut, masyarakat hanya perlu mengirimkan proposal program dan kegiatan kepada tim GIK. Proses kurasi serta pengaturan jadwal pementasan dan promosi ditangani langsung oleh tim internal untuk kemudian dipilihlah program-program yang sesuai dengan konsep GIK.

Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.