Namun banyak juga calon penumpang yang lebih memilih menunggu bus lewat di jalan utama karena tarifnya akan lebih murah tapi dengan resiko kemungkinan tidak mendapat tempat duduk. Perjalanan ke Kota Palopo bisa ditempuh sekitar tujuh sampai delapan jam. Tapi dengan mobil panther akan jauh lebih cepat karena kecenderungannya mobil ini melaju dalam kecepatan yang agak mengerikan.
Sepanjang jalan dari Makassar menuju Palopo, kita akan disuguhi visual kota-kota yang bergerak dinamis tanpa meninggalkan identitasnya. Beberapa kota ini dari waktu ke waktu juga meluangkan diri merayakan kebesaran I LA GALIGO dalam pesona pesta rakyat yang meriah. Di Sulawesi Selatan, kisah ini memang berdenyut kuat di tengah masyarakat berkultur Bugis dan Luwu.
Nama “Palopo” diyakini mulai digunakan sejak tahun 1604 yang ada hubungannya dengan pembangunan Mesjid Jami’ yang juga dibangun tahun itu. Kata “Palopo” berasal dari kata bahasa Bugis-Luwu yang memiliki dua arti. Pertama berarti penganan berupa campuran ketan dan air gula merah. Kedua berarti memasukkan pasak ke dalam tiang bangunan. Mesjid Jami’ atau Mesjid Tua ini masih ada sampai sekarang. Letaknya persis diseberang jalan dan hanya beberapa langkah dari istana Kerajaan Luwu. Beberapa bagian dari mesjid ini sudah dipugar. Di halaman depannya terpasang semacam terpal untuk menampung jemaah yang tidak kebagian tempat di dalam ruang mesjid.
Saat ini Istana Kerajaan Luwu bisa disaksikan di pusat Kota Palopo, tepatnya di jalan Andi Jemma. Nama jalan ini diambil dari nama Datu terakhir yang berkuasa sebelum Kerajaan Luwu meleburkan diri kedalam pemerintah Republik Indonesia setelah masa proklamasi. Pada tanggal 26 Juli 1971 Istana ini diresmikan sebagai Museum Batara Guru oleh Bupati Luwu saat itu – Andi Achmad yang merupakan salah seorang ahli waris dari Raja Luwu.
Sayangnya, keberadaan istana Kerajaan Luwu saat ini belum maksimal penyajian dan gaungnya ke ruang publik sebagai media pengetahuan dan penghubung bagi generasi terkini untuk mengunjungi dan menghayati kemegahan Kerajaan Luwu di masa lampau. Istana Kerajaan ini selalu terlihat sepi dengan pagar yang terkunci rapat. Sejarah yang mengalirinya ikut tersimpan rapat dalam diam.
Ketika menjejakkan kaki dan mengedarkan pandangan di sekujur Kota Palopo di era terkini, yang terlihat adalah pemandangan kota – kota pada umumnya di Indonesia. Kota dengan luas wilayah sekitar 247,52 km2 ini, berbatasan dengan Kecamatan Walenrang - Kabupaten Luwu di sebelah Utara. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Bua - Kabupaten Luwu. Di bagian Timur dengan Teluk Bone dan bagian Barat dengan Kecamatan Tondon Nanggala, Kabupaten Tana Toraja.
Saat ini secara administratif, Kota Palopo terdiri atas 9 kecamatan dan 48 kelurahan. Pada wilayah yang di luar pusat kota masih terlihat rumah-rumah yang terbuat dari kayu. Beberapa masih ada yang model panggung. Makin mendekat ke pusat kota terlihat makin banyak bangunan permanen berbagai desain. Mulai dari gedung pemerintahan, sentra-sentra bisnis, sekolah dan rumah-rumah penduduk. Tidak terbayang bahwa kota ini pernah memainkan perannya sebagai ibukota kerajaan tertua di Sulawesi Selatan yaitu Kerajaan Luwu.!break!
Sayang kebesaran itu seolah memuai tanpa bekas. Yang tersisa adalah perdebatan panjang para sejarawan dan peminat sejarah yang selalu dihantui pertanyaan yang belum terjawab karena rekam jejak sejarah yang begitu minim atau bahkan hilang seiring zaman.Tapi dari sekian banyak pendapat, ada yang menyarankan jika ingin mempelajari luwu yang sebenarnya maka disarankan untuk memulai dari Wotu, Towuti, Kamanre, Pao Malangke lalu Palopo.
Mengeksplor Kota Palopo sangatlah mudah. Cukup berjalan di pusat kota, kita sudah bisa menikmati banyak hal seperti Istana Kerajaan Luwu, Mesjid Jami’ Tua, Lapangan Gaspa, Mesjid Agung. Jika ingin melihat apa adanya ritme ekonomi kehidupan sehari-hari orang Palopo maka berkunjunglah ke Pasar Sentralnya. Letaknya juga masih termasuk kawasan pusat kota.
Disini bisa ditemui beragam hal layaknya sebuah pasar, termasuk alat transportasi bernama bentor atau becak motor yang berderet menunggu penumpang dan berbagai makanan khas yang sangat mudah dijumpai dengan harga yang terjangkau. Ada Kapurung yang terbuat dari sagu. Sejenis papeda tapi langsung dicampur dengan kuah ikan atau kuah daging dan sayuran. Kapurung sulit untuk dipisahkan dari hidangan khas lainnya yaitu Parede. Masakan ikan yang dilumuri kunyit dan biasanya ditambahkan potongan belimbing dan tomat. Rasanya segar sekali. Selain itu ada Lawak yang terdapat beberapa versi tergantung bahannya. Ada yang terbuat dari jantung pisang. Ada juga yang terbuat dari sayur paku. Untuk oleh-oleh berupa cemilan maka Bagea yang terbuat dari sagu adalah pilihan yang tepat.
Selain itu ada beberapa lokasi lainnya yang menarik untuk dikunjungi. Saat memasuki wilayah Kota Palopo dari arah selatan maka kita akan melewati kesejukan sebuah kawasan bernama Bukit Sampoddo. Tempat ini berjarak sekitar 7 kilometer dari pusat kota. Merupakan salah satu tempat bersantai yang mampu memanjakan mata dengan keindahan pemandangannya yang memadukan nuansa pegunungan, daratan dan pesisir.
Selain itu juga terdapat jejeran warung yang bisa memanjakan perut dengan jagung bakar maupun jagung rebusnya. Itu sebabnya tempat ini marak dikunjungi terutama sore dan malam hari. Latuppa yang berada sekitar 5 kilometer dari pusat kota juga menjadi objek wisata yang sering dikunjungi warga lokal setempat dan dari daerah sekitarnya. Kawasan wisata ini berhawa sejuk bernuansa pegunungan. Terdapat pemandian alam, air terjun tiga tingkat dan kolam renang agro wisata. Yang lebih menyenangkan lagi, pada musim buah durian, rambutan dan langsat, di sepanjang jalan kita akan mudah menemukan buah-buahan tersebut dengan harga yang terbilang miring.
Terdapat juga tujuan wisata lain seperti Bambalu yang berjarak sekitar 18 kilometer dari pusat kota. Tempat inidikenal dengan pemandangan air terjun, puluhan air sungai, ngarai dan lembahnya. Pantai Labombo yang berlokasi di pusat kota juga layak untuk disambangi. Birunya laut, barisan pohon kelapa dan gazebo menjadi suguhan yang menawan.
Kota Palopo sebenarnya sangat kaya dan berpotensi untuk kembali berjaya seperti waktu lampau. Tapi diperlukan usaha ekstra keras dan kejujuran yang hakiki untuk mengelolah semua potensinya. Dalam banyak hal, Pelabuhan Tanjung Ringgit menjadi salah satu aset yang berpotensi untuk bisa mendongkrak kekuatan di sektor perdagangan, transportasi dan pariwisata. Semoga dengan manajemen yang tepat, Kota Palopo akan kembali menuai masa kebesarannya.