Mengapa Ode to Joy Karya Beethoven Dijadikan Lagu Natal di Jepang?

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 18 Desember 2021 | 08:00 WIB
Berawal dari konser di kamp perang, konser Simfoni Kesembilan menjadi ritual tahunan sampai saat ini di Jepang. (Nadi Lindsay)

Nationalgeographic.co.id - Hari Raya Natal sudah di depan mata. Biasanya, lagu-lagu bertemakan Natal pun mulai diputar, baik di rumah maupun tempat umum.

Jepang termasuk salah satu negara yang merayakan Natal. Uniknya, Simfoni Kesembilan Beethoven “Ode to Joy” menjadi salah satu lagu Natal di sana. Padahal, simfoni ini sama sekali tidak memiliki unsur Natal dalam liriknya. Lalu bagaimana kisahnya sehingga simfoni ini dijadikan sebagai lagu Natal oleh masyarakat Jepang?

Meski mampu menciptakan karya yang luar biasa, kehidupan pribadi Beethoven berantakan. “Dia memiliki kesehatan yang buruk sepanjang hidupnya. Sang Maestro menginginkan cinta tetapi tidak menemukannya. Dia menginginkan sebuah keluarga tetapi tidak memilikinya,” kata penulis dan pembuat film Kerry Candaele. Dalam filmnya, "Following the Ninth", ia mendokumentasikan dampak global dari simfoni terakhir Beethoven.

Beberapa ahli berteori bahwa Beethoven membutuhkan waktu seumur hidup untuk menulis Simfoni Kesembilan. Simfoni ini diselesaikan sebelum kematiannya pada tahun 1827. Ia terinspirasi oleh tulisan penyair dan filsuf Jerman Friedrich Schiller. Pada tahun 1785, Schiller menulis "Ode to Joy" yang berisi pesan universal persaudaraan, kegembiraan, dan kebebasan.

Beethoven pun memasukkan kata-kata Schiller dalam gerakan keempat. Simfoni Kesembilan kemudian menjadi simfoni pertama di dunia yang menampilkan paduan suara.

Meskipun populer di Eropa, Simfoni Kesembilan baru bergaung di Asia seabad kemudian, di tempat yang hampir tidak lazim.

Baca Juga: Teknologi Kecerdasan Buatan Bantu Selesaikan Simfoni No. 10 Beethoven

Selama Perang Dunia I, Jepang bersekutu dengan Inggris dan menangkap musuh dari pulau Qingdao di Tiongkok yang diduduki Jerman. Sekitar 1.000 tentara Jerman diangkut ke Naruto, sebuah kota kecil di Prefektur Tokushima. Alih-alih menerima tawanan perang, pulau ini lebih terbiasa menyambut peziarah kuil Buddha.

Di kamp POW Bando Naruto, komandan mendorong tentara yang ditangkap untuk berpartisipasi dalam beragam aktivitas. Misalnya mengoperasikan toko, menerbitkan surat kabar, dan bermain musik.

Pada tanggal 1 Juni 1918, POW Jerman Hermann Hansen memimpin para tawanan untuk menggunakan instrumen musik. Paduan suara pun dibentuk untuk menampilkan konser Simfoni Kesembilan. Yorisada Tokugawa mendengar tentang konser tersebut dan mengunjungi kamp beberapa bulan kemudian. Ia adalah penyokong musik klasik yang kaya dan politisi. Musisi Jepang kemudian menampilkan Simfoni Kesembilan untuk pertama kali pada tahun 1925.

Pasca-Perang Dunia II, pengabdian orang Jepang kepada Beethoven tetap teguh. Selama pendudukan Jepang oleh Amerika Serikat, musik tradisional Jepang, termasuk kabuki, disensor. Film terkait perang dan referensi ke masa lalu Jepang juga dilarang. Namun yang mengejutkan, Simfoni Beethoven lolos dari sensor.

Pada bulan Desember 1946, di tengah kebangkitan dari perang, orang berbondong-bondong datang untuk menonton konduktor Yahudi-Polandia Joseph Rosenstock. Bersama dengan New Symphony Orchestra, Rosenstock menampilkan Simfoni Kesembilan yang penuh harapan.