“Orang Jepang menemukan harapan untuk bertahan hidup, membangun kembali, dan bergerak maju sebagai kekuatan yang kuat,” kata Jeffrey Bernstein, orang Amerika pertama yang memimpin konser Daiku di Naruto, di dekat tempat para tawanan perang pertama kali menampilkannya.
Baca Juga: Sejarah Mencatat, Belanda Pernah Berhubungan Baik Dengan Jepang
Selama bertahun-tahun, antusiasme untuk Simfoni Kesembilan terus berlanjut. Perancang tekstil Yasu Tanano dapat mengingat simfoni yang diajarkan padanya di tahun 60-an. “Kami menyanyikan "Ode to Joy" atau Daiku dalam bahasa Jepang. Ungkapan dan nadanya begitu mudah dipahami dan diingat. Saya sering menyenandungkan Daiku ketika saya masih kecil,” katanya. Semua orang seusia Tanoto mengetahui simfoni ini dan masih mengingatnya hingga kini.
Sebagai anggota paduan suara, Tanano berpartisipasi dalam konser Ichiman-nin Daiku pertama kalinya pada tahun 1983. Ada 10.000 orang berkumpul dan menyanyikan "Ode to Joy". Untuk mempersiapkannya, Tanano dan ribuan penyanyi lainnya berlatih selama berbulan-bulan, mempelajari lirik dalam bahasa Jerman.
Dengan suara 10.000 orang, "Ode to Joy" dinyanyikan dengan suara yang keras dan mengagumkan. Konser Ichiman-nin Daiku menjadi acara tahunan di berbagai tempat. Sekitar 200 konser skala kecil diadakan di seluruh Jepang tiap bulan Desember berbarengan dengan Natal. Jika Anda ingin menikmati konser berskala besar, maka datanglah ke Osaka.
Grup paduan suara amatir lokal dari Hokkaido hingga Kyushu mendorong siapa saja yang ingin bernyanyi dan bergabung. Baik itu guru, ibu rumah tangga, pekerja, sampai anak-anak.
Bagi sebagian orang Jepang, menyanyikan “Ode to Joy” adalah cara untuk terhubung lebih luas dengan kemanusiaan.
“Saat ini, kami mengamati banyak konflik antaragama atau kelompok etnis terjadi di seluruh dunia,” kata Toshiaki Kamei, mantan wali kota Naruto dan direktur Asosiasi Paduan Suara Daiku Seluruh Jepang.
Orang Jepang percaya dengan menyanyikan Daiku bersama dengan orang dari berbagai latar belakang budaya membantu belajar menerima keragaman dan mempromosikan perdamaian dunia.
Baca Juga: Sains Singkap Musik Viral Punya Kesamaan Pola dengan Penyebaran Virus
Perang dunia, fasisme, komunisme tidak dapat membungkam Simfoni Kesembilan di masa lalu. Sayangnya, pandemi COVID-19 kini menjadi hambatan bagi paduan suara. Pandemi membuat acara besar seperti konser Ichiman-nin Daiku berpeluang menjadi sarana penyebaran virus. Para penggemar setia Beethoven harus mencari cara untuk menjaga tradisi tanpa mengancam kesehatan masyarakat.
“Pandemi sangat memilukan bagi orang-orang yang menyukai kelompok bernyanyi. Karena itu adalah hubungan sosial yang unik bagi mereka,” kata Jeffrey Bernstein.
Sementara itu, bahkan tanpa perayaan yang meriah, semangat Simfoni Kesembilan dari Beethoven tetap hidup.
Berasal dari pena Beethoven beberapa ratus tahun lalu, karya ini telah mengelilingi dunia dan melibatkan banyak orang. Pesannya yang sangat humanis menyebutkan bahwa suatu hari nanti semua manusia akan memperlakukan satu sama lain seperti saudara kandung.
Ini mengingatkan kita bahwa menjadi manusia lebih dari sekadar mengejar apa yang Anda inginkan untuk diri sendiri. Ini tentang berhubungan dengan orang lain.