Di Balik Gerhana Matahari: Dari Gegar Budaya Sampai Festival Budaya

By Mahandis Yoanata Thamrin, Senin, 1 Februari 2016 | 21:00 WIB
Prof. Dr. Bambang Hidayat selaku Board of Experts National Geographic Indonesia (Dio Dagna Mohamad/National Geographic Indonesia)

Bambang beserta rombongan "School for Young Astronomers" menginap di Asrama Vyatra I, Cepu. Sehari sebelum gerhana, astronom senior itu sempat bertemu rombongan Adam Malik—pejabat yang baru tiga bulan lengser dari tampuk wakil presiden. Kepada rombongan Adam Malik, Bambang memberikan penjelasan hal-hal yang berhubungan dengan gerhana matahari. Di antara rombongan itu tampak Haji Mas Agung, pemilik Kelompok Besar Agung Group. Rombongan itu hanya transit selama semalam di Cepu. Pagi hari jelang gerhana, mereka bergabung bersama astronom lainnya di Tanjungkodok, Lamongan, Jawa Timur.

“Ketika itu saya Wakil Ketua Komisi Nasional Gerhana 1983,” ujar Bambang mengenang peristiwa tersebut. Saat yang sama, dia juga menjabat sebagai Koordinator Ilmiah Gerhana 1983, International Astronomical Union. Bambang berkisah dalam seminar bertajuk Kado Semesta untuk Indonesia yang berkaitan dengan Gerhana Matahari Total 2016. Seminar itu diselenggarakan oleh FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia pada 31 Januari 2016.

Baca juga: Astronom Temukan Planet yang Mungkin Menyimpan Banyak Batu Permata

Orang-orang menggunakan kacamata pelindung untuk menyaksikan gerhana matahari di sepanjang tepi pant (Keith Bedford, The Boston Globe/Getty via National Geographic)

Kendati usianya 81 tahun, ingatan Bambang masih segar tentang hari bersejarah yang menggemparkan Jawa dan dunia itu. Kini, Bambang merupakan astronom senior dan salah satu Board of Experts di National Geographic Indonesia.

“Orang-orang dilarang keluar rumah,” ujar Bambang menggambarkan gerhana matahari yang terasa mencekam karena propaganda pemerintah. Sejatinya masih banyak pertentangan perihal bagaimana memberikan penerangan kepada publik. “Kami ingin memberi penerangan secara ilmiah, jangan membodohi.”

Tatkala masyarakat di Jawa resah karena pemberitaan gerhana dari pemerintah, “Pak Harto pergi ke Yogyakarta dan Solo. Pak Harmoko yang rumahnya di Solo, juga pergi ke Solo,” kata Bambang. Pada kenyataannya Presiden dan Menteri Penerangan itu justru berplesiran memanfaatkan liburan. “Tetapi, sebenarnya mereka ingin melihat gerhana.”

Jelang dua hari dari gerhana, Presiden Soeharto berziarah ke makam keluarganya di Yogyakarta. Kunjungan hari berikutnya, menziarahi makam keluarga di Solo, Jawa Tengah. Jadi, saat gerhana matahari, Presiden dan keluarga berada di Solo.    

Gerhana matahari merupakan peristiwa lumrah bagi ilmu pengetahuan. Namun, gerhana matahari menjadi peristiwa luar biasa ketika kita menikmatinya bersama seseorang dalam suasana hati, waktu, dan tempat yang istimewa.

“Kita telah menjadi host gerhana matahari sejak 1896,” kata Bambang. Pada 1906 para ilmuwan barat mengunjungi Bengkulu untuk menyaksikan gerhana matahari. Namun, peristiwa alam itu hanya diketahui oleh Residen Bengkulu dan pemerintah pusat di Batavia. Sementara, warga setempat tidak tahu tentang peristiwa gerhana matahari. “Tetapi,” sambung Bambang, “pada abad ke-21, gerhana matahari menjadi sumber devisa. Kita harus bisa menarik turis atau pelancong—tidak hanya karena gerhana mataharinya, tetapi juga wilayah budaya.”

Sebagian kota di Indonesia yang dilintasi jalur Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 telah bersiap menggelar festival budaya atau setidaknya siap menyambut gelombang pelcancong dan peneliti. Gerhana matahari merupakan peristiwa lumrah bagi ilmu pengetahuan. Namun, gerhana matahari menjadi peristiwa luar biasa ketika kita menikmatinya bersama seseorang dalam suasana hati, waktu, dan tempat yang istimewa. Tampaknya, akan banyak orang mengabadikan proses gerhana matahari dengan berbagai perspektif visual, menempatkan gerhana sebagai bagian dari panorama alam atau pemandangan kota.

Gerhana Matahari tersebut "bermula pada suatu titik di Samudra Hindia yang tak berpenghuni, lalu merambat ke timur dengan kecepatan 1.200 hingga 1.600 meter tiap jamnya," demikian kata Bambang.

Baca juga: Astronom Temukan 'Awan Fosil' Peninggalan Ledakan Big Bang