Pepatah ini juga mengandung makna, manusia harus tulus ikhlas dalam menjalankan amanah dan tidak boleh mengambil hak orang lain. Melalui KAI, Mang Ganda menularkan nilai-nilai itu kepada generasinya.
Komunitas Anak Ibu
Keturunan Panjalu harus menjalankan Papagon Kapanjaluan serta wajib menjaga lingkungan di sekitarnya.
”Melalui KAI, kami berupaya memberikan pengertian kepada warga semampunya. Kami juga bekerja sama dengan pencinta alam lainnya untuk menjaga kelestarian Gunung Sawal dan Gunung Bitung,” tutur Mang Ganda di pedepokan seni sederhana tidak jauh dari Situ Lengkong, awal Januari lalu.
Desa Panjalu yang diapit Gunung Sawal di selatan dan Gunung Bitung di utara merupakan sumber air bagi Kabupaten Ciamis. Di tengah daerah itu terdapat Situ Lengkong, danau seluas 58 hektar yang merupakan sumber air bagi areal pertanian di bawahnya.
Syang Hyang Borosngora mewanti-wanti agar sumber air tersebut tidak dikotori karena kala itu merupakan benteng keraton.
Di tengah danau terdapat Nusa Gede, yakni pulau seluas 9,25 hektar yang merupakan hutan sebagai pusat keratonnya.
Buku Sejarah Panjalu karya H Djadja Sukardja (2001) mengisahkan legenda bahwa air Situ Lengkong berasal dari air zamzam yang dibawa Sang Prabu saat pulang mencari ilmu kesucian (agama) di Tanah Suci, Mekkah.
!break!Danau itu dijadikan benteng keraton sekaligus mengandung siloka bahwa tidak ada penangkal hidup yang baik kecuali kesucian. Suci dalam hati, ucapan, perbuatan, dan makanan serta pakaian.
Sang Prabu juga menjadikan Situ Lengkong sebagai sumber air minum sehingga tidak boleh dicemari. Kearifan lokal itu mengisyaratkan, masyarakat hendaklah bersih seperti air zamzam dan hidup berpagar nilai-nilai agama. Borosngora juga gelar siloka yang diberikan rakyat kala itu.
Boros artinya rebung bambu yang tumbuh di sela-sela induknya, menerobos lapisan tanah. Tanaman itu tumbuh dan berkembang sebagai pembaru yang membawa benih tatanan hidup yang lebih segar.
Leluhur Panjalu mengingatkan, kehidupan itu penuh dinamika. ”Kami mengalaminya sekarang. Situ Lengkong berkembang jadi tempat wisata, dan kini banyak perahu mesin berbahan bakar minyak. Bekas bensin dan oli kadang berceceran di air. Kewajiban kami menyampaikan fakta-fakta itu kepada semua pihak,” papar Mang Ganda.