Supersemar, Surat Kuasa atau "Alat Kudeta"?

By , Jumat, 11 Maret 2016 | 11:00 WIB

Soekarno, dalam penuturan Asvi, marah terhadap keputusan Soeharto. Surat keputusan untuk membubarkan PKI diminta Soekarno untuk segera dicabut. Namun, Soeharto menolak. Di titik inilah dugaan Supersemar menjadi "alat kudeta" muncul.

"Soekarno melihat kekeliruan di situ, tapi Soeharto tetap melanjutkan yang dilakukannya," tutur Asvi.!break!

Supertasmar

Tidak hanya marah, Soekarno kemudian membuat surat perintah baru yang menyatakan Supersemar itu tidak sah. Surat perintah itu dibuat pada 13 Maret 1966, yang dikenal dengan sebutan Supertasmar.

Keberadaan mengenai Supertasmar itu terungkap di biografi AM Hanafi, mantan Duta Besar di Kuba, yang berjudul Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto: Dari Gestapu ke Supersemar (1998).

AM Hanafi menjelaskan, Supertasmar itu mengumumkan bahwa Supersemar bersifat administratif/teknis, dan tidak politik. Soeharto juga diminta tidak melampaui wewenangnya dan memberi laporan ke presiden.

(Baca juga: Supersemar Versi Soeharto)

"Hanafi disuruh untuk menghubungi beberapa orang dan menyebarkan surat untuk membantah Supersemar. Tapi dia tidak punya jalur lagi," tutur Asvi.

Hanafi sempat menghubungi mantan Panglima Angkatan Udara Suryadharma. Namun, Suryadharma mengaku tidak lagi punya saluran untuk menyebarkan surat perintah baru dari Presiden Soekarno itu.

"Pers pun tidak mau memberitakan," tutur Asvi Warman.

Hingga saat ini, keberadaan Supertasmar pun tidak jelas. Kepala Arsip Nasional RI Mustari Irawan juga mengakui lembaganya tidak memiliki naskah atau salinan mengenai Supertasmar itu.

"Kudeta merangkak"