Aksi Soeharto Berbekal Supersemar, dari Bubarkan PKI hingga Kontrol Media

By , Jumat, 11 Maret 2016 | 14:00 WIB

Soekarno menghendaki pelaksanaan Supersemar hanya sebatas hal-hal teknis dan tidak melibatkan diri dalam bidang politik.

Dalam suratnya kepada Soeharto yang disampaikan melalui J Leimena tertanggal 14 Maret 1966, Soekarno memerintahkan Soeharto untuk kembali kepada pelaksanaan Surat Perintah 11 Maret 1966.

Artinya, Soeharto diminta melaksanakan secara teknis belaka, dan tidak mengambil serta melaksanakan di luar bidang teknis, apalagi bersifat politis.

!break!

Menurut peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, Soekarno tidak pernah menyebutkan soal pembubaran PKI di dalam Supersemar.

Tindakan pembubaran PKI dianggap merupakan tafsiran Soeharto atas kalimat "melakukan hal yang dianggap perlu untuk mengamankan situasi."

(Baca: Supersemar Lemahkan Soekarno, Wibawa Pemimpin Besar Revolusi Meredup)

"Ketika Soekarno tahu PKI dibubarkan, ia memanggil Soeharto dan marah. Ia minta surat itu untuk dicabut. Tapi Soeharto menolak," ujar Asvi ketika diwawancara Kompas.com, akhir pekan lalu (6/3/2016).

"Jadi artinya Soekarno melihat kekeliruan di situ, tapi Soeharto tetap melanjutkan yang dilakukannya," ucapnya.

Lebih lanjut Asvi menceritakan, pasca pembubaran PKI, Soekarno sempat memerintahkan beberapa orang untuk membuat surat yang menyatakan Supersemar tidak sah.

(Baca: Benarkah Soekarno Ditodong Pistol Saat Teken Supersemar?)

AM Hanafi, mantan Duta Besar Indonesia di Kuba, pernah diperintahkan Soekarno untuk menghubungi beberapa orang dan menyebarkan surat untuk membantah Supersemar.

Surat itu dikenal juga dengan sebutan Surat Perintah 13 Maret, untuk membatalkan Supersemar.