Infeksi COVID-19 pada Binatang, Apakah Dapat Menulari Manusia?

By Sysilia Tanhati, Jumat, 17 Desember 2021 | 13:58 WIB
Di Amerika Serikat, sekitar 315 hewan terinfeksi virus COVID-19. Kasu-kasus ini terutama terjadi pada karnivora. (Mariola Grobelska)

Nationalgeographic.co.id—Ngozi dan Kibo, mengalami batuk, lesu, dan pilek di kandangnya di Colorado pada bulan November. Setelah mengalami pemeriksaan, keduanya pun divonis terinfeksi COVID-19. Ngozi dan Kibo menjadi hyena pertama di dunia yang terinfeksi virus ini

Mereka menjadi bagian dari kelompok 315 hewan dari 15 spesies di Amerika Serikat yang dikonfirmasi mengidap SARS-CoV-2. Daftar ini mencakup kucing, anjing, harimau, singa, macan tutul salju, gorila, berang-berang, singa gunung, musang, dan rusa berekor putih.

Kasus-kasus ini terutama memengaruhi karnivora. Hyena, binturong, coati, dan kucing bakau semuanya adalah karnivora yang dites positif sejak awal pandemi.

Ini tidak berarti karnivora lebih rentan karena belum ada cukup data untuk menilai, kata Elizabeth Lennon. Ia adalah seorang dokter hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Pennsylvania.

Namun, lain cerita dengan kucing besar. Sembilan puluh telah dites positif di Amerika Serikat, menurut Departemen Pertanian AS (USDA). “Jika Anda melihat gambaran besar di semua kebun binatang, Anda dapat menyimpulkan bahwa ada peningkatan kerentanan terhadap penyakit klinis pada kucing besar,” kata Lennon.

Ketika varian muncul pada manusia, virus dapat memperluas jangkauan inangnya. Virus bermutasi untuk menginfeksi lebih banyak spesies dan berpotensi beredar "diam-diam" di antara mereka, menciptakan “gudang” baru, kata Diego Diel, profesor dan direktur laboratorium virologi di Universitas Cornell.

Di sini lain, ada kemungkinan varian baru tidak berbahaya bagi spesies tertentu, kata Diel. Virus lebih efektif menular antar manusia dan kurang efektif dalam perpindahan antar hewan. Hal ini masih terus dipelajari.

Namun apakah hewan dapat menulari manusia? Sampai sekarang, tidak ada bukti bahwa spesies apa pun, kecuali cerpelai, dapat menularkan virus ke manusia.

Namun jika ada satu spesies yang dapat menularkan virus, strategi pengendalian dan pencegahan harus dilakukan. Karena itu, sangat penting untuk mengetahui apakah ada spesies yang menjadi gudang virus.

“Hewan menimbulkan risiko yang berbeda dan tidak diketahui,” kata Lennon. Pengawasan harus terus dilakukan karena virus sangat luas dapat meningkatkan paparan dan penularan.

Jika hewan tidak menunjukkan gejala, kecil kemungkinan mereka akan diuji. Hal ini membuat sulit untuk mempelajari tentang potensi penularan. Mereka tidak menunjukkan gejala dan diam-diam menularkan virus.

Rusa berekor putih adalah salah satu spesies yang dipantau secara ketat oleh para ilmuwan. Tahun ini, sebuah penelitian yang menganalisis darah dari lebih dari 600 rusa di empat negara bagian. Mereka menemukan antibodi terhadap virus corona di hampir 40 persen sampel. Bulan lalu, COVID-19 terdeteksi pada tiga rusa di Quebec, Kanada. Tidak ada hewan yang tampak sakit.

Tidak ada bukti bahwa rusa dapat menularkan virus ke manusia atau spesies lain. Namun momok penular tanpa gejala ini membuat para ilmuwan berhenti sejenak. “Itulah mengapa semua orang sangat peduli dengan studi rusa ini,” kata Lennon. Jika virus diam-diam menyebar dan bahkan bermutasi dalam populasi hewan yang besar, maka akan jauh lebih sulit untuk dikendalikan dan diberantas.

Kontak dekat antara pengunjung dengan hewan dapat meningkatkan risiko bagi si Hewan. (Daiga Ellaby)

Sebagian besar kasus hewan di Amerika Serikat dilaporkan oleh fasilitas terakreditasi yang memiliki protokol kesehatan yang ketat.

Kebun binatang tersebut merupakan anggota Association of Zoos and Aquariums (AZA). Ini adalah sebuah lembaga nonprofit di Amerika Serikat yang menetapkan standar untuk perawatan dan keselamatan hewan.

Protokol kedokteran hewan AZA yang lebih ketat memungkinkan para pengurus mendeteksi penyakit pada hewan dan melakukan pengujian, kata Dan Ashe, presiden AZA. Mereka terus-menerus memantau hewan-hewan itu.

Praktik standar selama pandemi termasuk mengenakan alat pelindung diri dan meminimalkan kontak dekat dengan hewan. Setelah semua dilakukan, mereka masih mendapatkan hewan yang terinfeksi. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kondisi hewan di tempat yang tidak menjalankan standar ini.

Banyak kebun binatang di Amerika Serikat menawarkan kontak langsung dengan hewan, terutama singa dan anak harimau. Keduanya adalah spesies yang diketahui rentan terhadap virus. Kebun binatang ini harus dilisensikan oleh USDA untuk memamerkan hewan tetapi tidak diakreditasi oleh AZA. AZA tidak mengizinkan kontak antara kucing besar dan publik.

Baca Juga: Seorang Pria Ketahuan Pakai Lengan Palsu Saat Hendak Disuntik Vaksin

Bagi Diel, risikonya lebih besar bagi hewan yang memiliki kontak dekat dengan pengunjung. Persyaratan untuk penularan adalah kontak dekat. Dan Ketika kebun binatang memperluas jumlah orang yang melakukan kontak dengan hewan, itu meningkatkan risiko.

Meskipun COVID-19 pada dasarnya adalah penyakit manusia, meningkatnya jumlah spesies yang rentan terhadap virus menjadi alasan untuk bertindak.

Kita perlu melakukan banyak pengawasan pada spesies yang berbeda dan varian baru seperti Omicron, kata Lennon.

Sejak awal, virus ini mengejutkan manusia di segala kesempatan. Kita tidak boleh lengah di titik mana pun dan harus terus belajar.  

 Baca Juga: Ilmuwan Kembangkan Permen Karet Sebagai 'Perangkap' Virus COVID-19