Pada Kamis malam, 31 Maret 2016, tim spesialis kembali melakukan serangkaian pemindaian radar di dalam makam Raja Tutankhamun, dalam rangka menyelidiki teori yang menduga adanya ruangan tersembunyi di balik tembok batu gamping.
Saat berbicara di konferensi pers di luar makam tersebut pada Jumat pagi, Khaled El-Enany, Menteri Urusan Purbakala yang baru diangkat, berkata terus terang, “Kami belum bisa membicarakan hasilnya.” Dia memperkirakan, perlu waktu sekurangnya seminggu untuk menganalisis datanya, yang telah dikirim kepada para pakar di Mesir maupun Amerika Serikat.
Para pejabat lain memperhatikan adanya “beberapa anomali” dalam bacaan data awal, tetapi menganjurkan kehati-hatian dan kajian lebih lanjut, menyebutkan bahwa mereka belum melihat bukti yang mendukung teori itu.
El-Enany mengusulkan diadakan “debat internasional” dan meminta cendekiawan dari seluruh dunia berpartisipasi dalam konferensi tentang Tutankhamun yang akan diselenggarakan bulan Mei di Kairo, dan sang menteri berharap di sana dia akan mendengar beragam pandangan tentang makam itu. “Kami bukan mencari ruangan tersembunyi,” katanya. “Kami mencari kenyataan dan kebenaran.”
Penyelidikan ini dimulai dengan sebuah makalah provokatif, yang diterbitkan Juli lalu oleh Nicholas Reeves, ahli Egiptologi berkebangsaan Inggris, yang berargumen bahwa makam Tutankhamun juga mungkin masih mencakup tempat pemakaman Nefertiti yang hingga kini belum ditemukan. Nefertiti diyakini luas sebagai ibu tiri Tut, dan pada tahun-tahun belakangan dugaan bahwa Nefertiti merupakan firaun yang mendahului Tut sudah semakin diterima.
Namun, para ahli Egiptologi cenderung skeptis bahwa jenazahnya bersemayam di balik tembok makam Tut—sejauh ini belum ada bukti fisik nyata bahwa ada orang tertentu yang menempati ruangan tersembunyi. Namun, dugaan keberadaan ruangan itu sendiri didasari oleh pencitraan berteknologi tinggi. Titik awal teori Reeves adalah serangkaian pemindaian laser yang memetakan tekstur ruangan pemakaman Tut dengan sangat mendetail, mengungkapkan adanya garis-garis lurus yang mungkin menandakan keberadaan lorong dan pintu yang ditutupi plester di tembok utara dan barat.
Pada bulan Maret, Mamdouh Eldamaty, menteri urusan purbakala sebelumnya, menyatakan bahwa dia yakin “90 persen” bahwa ruangan seperti itu ada. Komentarnya didasarkan pada serangkaian pemindaian radar yang dilakukan pada November 2015 oleh Hirokatsu Watanabe, spesialis radar berkebangsaan Jepang, yang juga berkata bahwa dia mendeteksi bukti adanya benda “organik” dan “logam” di balik tembok itu.
Sejak itu, klaim Watanabe telah dikritik oleh sejumlah pakar radar maupun ahli Egiptologi. “Radar itu tidak ilmiah,” kata Zahi Hawass, mantan menteri urusan purbakala dan salah seorang cendekiawan paling berpengaruh di Mesir, pada akhir bulan Maret. “Radar itu seni.” Hawass sangat blakblakan dalam mengkritik teori Reeves, menyerukan penyelidikan yang lebih saksama.
Pemindaian radar awal April ini dirancang untuk menghasilkan sekumpulan data yang lebih lengkap untuk dikaji oleh para cendekiawan. Mulai pukul lima sore, setelah Lembah Raja-Raja ditutup bagi pariwisata, tim yang disponsori oleh National Geographic Society bekerja sepanjang malam, melakukan lebih dari 40 kali pemindaian. Mereka memindai tembok bersangkutan pada lima ketinggian, berganti-ganti antara dua antena radar yang berturut-turut memiliki frekuensi 400 dan 900 megahertz.
“Satu untuk persepsi kedalaman, dan satu untuk persepsi bentuk,” kata Eric Berkenpas, insinyur listrik di National Geographic yang menemani Alan Turchik, insinyur mesin.
Pertunjukan Drama
Sejak teori Reeves diterbitkan, makam itu, yang ditemukan Howard Carter pada 1922 dengan penuh gembar-gembor, tiba-tiba menjadi tempat pertunjukan drama. Selama enam bulan terakhir, berbagai spesialis bekerja di depan lukisan misterius di tembok utara, yang mendominasi makam itu bagaikan latar panggung sandiwara.
Pada November lalu, Watanabe, 70, yang berpengalaman lebih dari 40 tahun menangani radar, bekerja sendirian, meneriakkan fitur-fitur makam yang dilihatnya dalam bahasa Jepang sambil mendorong mesin radar khusus menyusuri lantai.
Adegan hari Kamis lalu suasananya sangat berbeda: Baik Berkenpas maupun Turchik berusia tiga puluhan, yang jika dijumlahkan masih enam tahun lebih muda daripada Watanabe. Seperti kedua antena, mereka seakan dipilih karena perbedaan tinggi tubuhnya: Berkenpas 195 sentimeter, Turchik 168 sentimeter.
Sebelum datang ke Mesir, mereka menguji peralatan dengan memindai tiang batu di National Arboretum di Washington, D.C. Pemindai SIR-4000 yang canggih ini bergerak di atas rel yang rumit, bertengger di atas tripod, yang disesuaikan dengan cepat oleh Berkenpas dan Turchik dengan begitu tangkas. Mereka berlatih di kamar hotel sambil menunggu pemindaian dimulai.
“Kunci semua, mundurkan, dan angkat!” seru Berkenpas sekitar tengah malam, ketika pekerjaan mereka baru setengah jalan. “Itu lagu klub baru?” kata Turchik.
Mereka sangat berhati-hati soal hasilnya, menjelaskan bahwa data akan dikirim kepada para pakar di Amerika Serikat dan Mesir untuk dianalisis. Yasser ElShayeb, profesor mekanika batuan di Cairo University yang berpartisipasi dalam pemindaian itu, memperhatikan ada beberapa ketakteraturan yang terlihat di radar dalam pandangan sekilas. “Kami tahu ada beberapa anomali,” katanya di konferensi pers pada hari Jumat, “tetapi tidak seratus persen pasti bahwa ada sesuatu di sana.”
Drama penyelidikan makam ini semakin ramai akibat iklim politik dan ekonomi Mesir. Tidak sampai dua minggu sebelum uji terbaru ini, sepuluh anggota kabinet dibebastugaskan, termasuk mantan menteri urusan purbakala, Eldamaty. Perubahan ini dipandang luas sebagai cerminan tekanan ekonomi pada pemerintah Mesir.
Eldamaty menghadiri penyelidikan hari Kamis, dan dia tampak lega bahwa dirinya sudah tak lagi bertanggung jawab dalam hal ini. Saat ditanya berapa lama dia menjabat sebagai menteri, dia tertawa dan berkata: “Satu tahun, sembilan bulan, dan enam hari.” Dia memperhatikan bahwa sudah ada lima menteri urusan purbakala sejak revolusi Mesir dimulai pada Januari 2011. “Zaman sekarang, susah menjadi menteri,” katanya. “Saya senang meninggalkan jabatan ini, karena penerus saya salah seorang yang terbaik.”
Di tengah semua kegiatan ini, lelaki yang mula-mula mengilhami penyelidikan ini tampak tegang dan lelah. “Saya seperti warga dunia yang lain,” kata Reeves pada hari Jumat. “Saya menunggu informasi selengkapnya.” Dia melanjutkan, “Bagi saya, secara arkeologi, bukti masih tampak meyakinkan. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah melengkapinya dengan teknologi abad ke-21.”
Penyelidikan ini—yang sebagian didukung oleh National Geographic Society—didokumentasikan untuk acara khusus National Geographic Channel yang akan ditayangkan perdana ke seluruh dunia pada musim semi ini.