Wahai Anak Muda, Indonesia Menanti Langkahmu untuk Netralitas Karbon

By Fikri Muhammad, Sabtu, 18 Desember 2021 | 16:30 WIB
Sebuah studi baru telah menunjukkan adanya dampak serius dari perubahan iklim, yang telah mengubah struktur atmosfer bumi. (Pixabay)

"Partisipasi semua pihak, khususnya anak muda sangat penting untuk diperhatikan. Pemuda adalah agen perubahan. Peran pemuda harus jadi subjek peningkatan kualitas hidup. Seperti pengurangan timbunan sampah, pelestarian hutan, pengendalian perubahan iklim, dan penanggulangan bencana," kata Bambang Hendroyono, Sekjen KLHK. 

Sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) yang sudah berlangsung sejak tahun 2005, Toyota Eco Youth (TEY) memberikan inisiatif dan perhatian, serta gerakan penghijauan ke anak-anak muda sejak dini untuk mencapai netralitas karbon. Di tahun ke-12 nya, TEY menjadi wadah dari anak-anak Sekolah Menengah Atas untuk lebih giat dalam kepedulian pelestarian alam. 

Selama program ini berjalan, sudah lebih dari 1.600 sekolah dari seluruh Indonesia dan menerima kruang lebih 8.500 ide dalam kompetisi untuk mengasah aksi nyata lebih generasi muda guna melestarikan lingkungan. 

Baca Juga: Iklim Kian Terpuruk, Kenali Lahan Gambut untuk Mencapai Karbon Netral

Netralisasi karbon, bagaimana kita menyeimbangkan kemampuan menyerap Bumi dengan emisi yang dihasilkan. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

"Kami berharap TEY sebagai gerakan inisiatif mencapai netralitas karbon. Fokus dunia sekarang tertuju untuk mengurangi emisi karbon. Netralitas karbon merupakan target utama yang harus diwujudkan oleh semua pihak. Saat ini ada 270 juta jiwa Indonesia dengan populasi anak muda yang besar. Kedepan, diharapkan menjadi agen perubahan," kata Bob AzamDirektur Corporate Affair PT TMMIN.

Terkait dengan krisis iklim, Indonesia memiliki dua kebijakan yang relevan dengan komitmen perjanjian internasional. Pertama mengenai agenda Indonesia 2030 yaitu untuk untuk mencapai Kesepakatan Paris. Kedua, visi agenda emisi nol karbon 2050.

Pelibatan pemerintah khususnya kepada anak muda sangat didukung. Generasi muda bisa menjadi penggagas, aktor, dan pendamping kepada masyarakat. "Kita coba meningkatkan kapasitas, bisa melalui workshop, lomba, pameran, dan apalagi kalau kita ingat di 2030 akan mempunyai lebih banyak anak muda," tutur Susy Herawati, Kepala Bidang Penyelenggaraan Ekspos Generasi Lingkungan KLHK.

 Baca Juga: Akibat Perubahan Iklim, Perubahan Warna Daun Musim Gugur pun Tertunda

Sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) yang sudah berlangsung sejak 2005, Toyota Eco Youth (TEY) memberikan inisiatif dan perhatian, serta gerakan penghijauan ke anak-anak muda sejak dini untuk mencapai netralitas karbon. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Monica Khonado, Miss Earth Indonesia 2020 yang juga bekerja sebagai jurnalis, mengatakan bahwa kita harus bergerak secara berkelanjutan untuk menjaga iklim. Melalui filosofi yang dipercayainya "Si tou timou tumou tou" manusia hidup untuk mengedukasi orang lain. Untuk itu, edukasi kepada masyarakat tentang lingkungan hidup, terutama anak muda Indonesia menjadi penting. Secara perlahan bisa dimulai dari hal-hal yang paling kecil seperti memerhatikan limbah tekstil atau menanam pohon di rumah. 

Menurutnya, solusi bukan berarti kehilangan ekonomi. Banyak cara supaya manusia tetap melakukan kegiatan pembangunan yang selaras dengan alam. 

"Pembangunan dan ekonomi sering bertabrakan. Tapi kita bisa melakukan pembangunan yang selaras, misalnya beton ramah lingkungan," katanya. 

Sementara itu, Andien Aisyah, seorang penyanyi yang juga pegiat lingkungan menggaungkan social enterprise pada kehidupan sehari-harinya. Melalui Setali, yang bergerak di bidang mode berkelanjutan, bahwa gaya hidup hijau bisa digerakan pada bidang mode. Misalnya mengurangi limbah tekstil dengan mengengakan pakaian bekas. Andien juga mengapresiasi generasi muda sekarang yang jauh lebih sadar dengan lingkungan ketimbang generasinya dahulu.

"Khususnya Gen-Z, mungkin bisa dibilang kesadaran anak muda sekarang jauh lebih baik ketimbang aku SMP atau SMA. Bagaimana hampir anak muda sekarang mengarah ke gaya hidup yang sustainable. Mereka shifting ke ramah lingkungan. Gaya hidup plant based juga sudah banyak di seluruh Indonesia. Gerakan akar rumput makin banyak dan itu yang diharapkan, pelaku usaha dengan gaya hidup berkelanjutan supaya kita aman dan nyaman," ucap Andien. 

Sebagai penutup diskusi, Mahandis Yoanata Thamrin, Managing Editor National Geographic Indonesia menuturkan bahwa pengurangan karbon di atmosfer bukan lagi bicara di tataran sains. Akan tetapi juga di tataran tapak seperti di komunitas. Khususnya anak muda, mereka bisa mengakses pengetahuan ini di internet dengan mudah, seperti akses jurnal-jurnal internasional soal karbon. Selain memang ini adalah kegiatan yang membutuhkan banyak pihak, Mahandis mengungkapkan bahwa perilaku sadar lingkungan bisa dimulai dari diri sendiri. Kita kerap boros, misalnya membiarkan alat listrik kita tertancap saat pengisi daya gawai, atau lupa mematikan keran saat membasuh tangan dengan sabun. 

"Harus ada siasat bijak yang dilakukan supaya memberikan pengelolaan baru dari tantangan Bumi," katanya. 

Baca Juga: Pemimpin Dunia Berjanji Memulihkan Ekosistem di COP26, Mungkinkah?