"Bisnis" Abu Sayyaf dan Solusi Indonesia

By , Kamis, 12 Mei 2016 | 15:00 WIB

Menghadapi situasi teror dan penculikan di Kepulauan Sulu dan Abu Sayyaf, Indonesia bisa berperan dengan membuka akses ekonomi Tarakan atau Nunukan ke Bongao di Tawi-Tawi.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah membuka transportasi antara Zamboanga atau Davao dengan Kalimantan Utara atau Sulawesi Utara.

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen (Purn) Ansyad Mbai dalam satu kesempatan di Davao pernah ditodong para pengusaha lokal untuk membuka akses hubungan langsung Filipina selatan ke Indonesia.

Daerah tersebut memang bagian dari skema pembangunan ekonomi Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines East Asia Growth Area (BIMP-EAGA).

Apalagi perairan penghubung Filipina, Malaysia, dan Indonesia itu adalah jalur ekonomi strategis. Sepanjang 2015, lebih dari 100.000 kapal melintas di perairan Sulu mengangkut 55 juta metrik ton kargo, lewat lebih dari 1 juta peti kemas berukuran 20 kaki. Perairan Sulu juga menjadi perlintasan 18 juta penumpang kapal.

Dari perairan itu, setiap tahun nelayan dari General Santos Filipina mendulang penghasilan senilai 2 miliar dollar AS dari penangkapan tuna. Nelayan Bitung, Sulawesi Utara, meraup pendapatan lebih dari Rp 40 miliar per tahun dari lokasi yang sama.

Malaysia sudah membuka Pulau Labuan sebagai pusat keuangan, Brunei siap berinvestasi, kini bagaimana Filipina selatan dan wilayah Republik Indonesia di Kalimantan Utara dan Sulawesi Utara serta Gorontalo memanfaatkan peluang menggantikan kekerasan dengan perdamaian dan pertumbuhan ekonomi bersama.