Studi: Kedalaman Gempa Berdampak pada Potensi Ancaman Tsunami

By Wawan Setiawan, Kamis, 23 Desember 2021 | 14:00 WIB
Seorang juru kamera mendokumentasikan kerusakan yang disebabkan oleh tsunami Samudra Hindia 2004 di Banda Aceh. (WEDA)

Nationalgeographic.co.id—Gempa bumi dengan magnitudo yang sama dapat menyebabkan tsunami dengan ukuran yang sangat bervariasi. Fenomena yang biasa diamati ini, tidak dipahami dengan baik, sehingga menghalangi peringatan tsunami lokal yang dapat diandalkan.

Penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan Universitas Hawai'i (UH) di Mānoa telah memberikan wawasan baru yang menghubungkan karakteristik gempa bumi, yaitu magnitudo, kedalaman di mana dua lempeng tektonik saling bergesekan dan kekakuan lempeng yang terlibat, dengan ukuran potensial sebesar tsunami yang dihasilkan. Tsunami merupakan serangkaian gelombang di badan air yang disebabkan oleh perpindahan sejumlah besar air, umumnya di lautan atau danau besar. Peneliti sebelumnya mengidentifikasi kelas khusus peristiwa yang dikenal sebagai gempa bumi tsunami, yang menghasilkan tsunami besar yang tidak proporsional untuk besarnya.

Kwok Fai Cheung, profesor Teknik Kelautan dan Sumber Daya di UH Mānoa School of Ocean and Earth Science and Technology (SOEST), Thorne Lay dari University of California - Santa Cruz dan rekan penulis menemukan penjelasan langsung untuk teka-teki ini. Temuan mereka telah dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience pada 13 Desember 2021 berjudul Tsunami size variability with rupture depth.

Tim peneliti menggunakan model komputer, lalu menggabungkan proses fisik yang menghasilkan gempa bumi dan tsunami dengan berbagai pengamatan peristiwa dunia nyata, termasuk yang diklasifikasikan sebagai gempa bumi tsunami. Hasil model ini menunjukkan bahwa untuk magnitudo gempa tertentu, jika retakan meluas ke kedalaman dangkal di bagian lempeng yang tidak terlalu kaku, tsunami yang dihasilkan lebih besar daripada jika retakan lebih dalam.

"Di zona subduksi, pelat atas lebih tipis dan tidak terlalu kaku dibandingkan dengan pelat bawah di dekat parit," jelas Cheung.

“Pecahan dekat parit atau dangkal yang terkonsentrasi menghasilkan getaran tanah yang relatif lemah seperti yang dicatat oleh seismometer, tetapi air yang dipindahkan di laut dalam di atasnya telah meningkatkan energi dan menghasilkan gelombang tsunami yang lebih pendek yang memperkuat pada tingkat tinggi saat bergerak menuju pantai.” tambahnya.

“Proses gempa bumi dan tsunamigenik adalah kompleks, melibatkan banyak faktor yang bervariasi dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya. Kami menggunakan model numerik yang disederhanakan untuk mengisolasi parameter gempa utama dan mengevaluasi kepentingannya dalam menentukan ukuran tsunami.” tutur Lay, profesor Ilmu Bumi dan Planet di UC Santa Cruz, seperti yang dilaporkan Tech Explorist.

Baca Juga: Saking Dalamnya, Gempa Terdalam yang Terdeteksi Ini Kejutkan Ilmuwan

 

Grafik yang menunjukkan cara kerja tsunami. (Ocean Institute, modified by NOAA/ NWS/ CGS)

Setelah memverifikasi bahwa adanya retakan gempa dangkal dapat menjadi faktor yang lebih signifikan daripada magnitudo gempa untuk ukuran tsunami yang dihasilkan, membuat para peneliti mengajukan pertanyaan penting: Dapatkah magnitudo gempa terus digunakan sebagai indikasi utama potensi dampak tsunami?

“Praktek menggunakan magnitudo gempa untuk memperkirakan potensi ancaman tsunami telah menyebabkan kemampuan prediksi yang buruk bagi dampak tsunami, dan lebih banyak informasi tentang sumbernya diperlukan untuk melakukan yang lebih baik,” kata Cheung.

Baca Juga: Catatan Gempa dan Mega Tsunami yang Pernah Melanda Maluku pada 1674

Zona subduksi Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik. Indonesia berada di jalur tersebut, meskipun begitu, kondisi ini membuat Indonesia memiliki tanah yang subur. (History)

Aspek penting dari penelitian interdisipliner ini adalah sinergi keahlian dalam seismologi yang dimiliki oleh Lay, juga tsunami, yang dimiliki oleh kelompok penelitian Cheung, yang diterapkan pada sekumpulan besar pengamatan. Studi ini memotivasi pengembangan penelitian seismologi dan geodesi dasar laut baru yang dapat dengan cepat mendeteksi terjadinya retakan dangkal untuk mencapai peringatan tsunami yang lebih andal.

Sementara garis pantai di seluruh Samudra Pasifik dan di sepanjang “Cincin Api Pasifik” rentan terhadap tsunami, situasinya paling kritis bagi masyarakat pesisir di dekat gempa, di mana tsunami datang dengan cepat, ketika informasi rinci tentang gempa belum tersedia.

Cheung dan Lay akan melanjutkan kolaborasi mereka untuk menyelidiki peristiwa tsunami prasejarah, sejarah, dan masa depan untuk lebih memahami bahaya yang ditimbulkan bagi masyarakat pesisir dan memungkinkan sistem peringatan yang lebih akurat lagi.