Pasang Surut Olahraga Sumo, dari Ritual Agama sampai Identitas Bangsa

By Sysilia Tanhati, Senin, 20 Desember 2021 | 12:00 WIB
Catatan sejarah Jepang menunjukkan bahwa sumo sebenarnya dimulai sebagai tarian ritual persembahan kepada dewa kuil Shinto. Melalui ritual ini, mereka berharap akan menerima panen yang melimpah dan hujan yang cukup. (Bob Fisher)

Meski begitu dicintai oleh masyarakat Jepang, olahraga sumo sempat mengalami kemunduran. Ini terjadi pada periode Keshogunan Kamakura, tahun 1185-1333. Selama periode ini, Jepang terlibat dalam konflik yang intens, peperangan, dan banyak perubahan bersejarah. Masyarakat Jepang bergeser ke arah ekonomi berbasis darat, feodalisme Jepang, dan munculnya kasta prajurit samurai.

Tetapi oleh samurai, sumo pun digunakan dalam pelatihan militer. Olahraga ini dapat meningkatkan efisiensi prajurit di medan perang.

Memasuki periode Muromachi, yang berlangsung dari tahun 1336 hingga 1573 M, tradisi sumo dijalankan dengan sungguh-sungguh. Pertandingan gulat sumo mulai diadakan lagi, terutama di kompleks kuil. Ini menjadi kombinasi unik dari praktik upacara keagamaan dan hiburan bagi para elit. Kuil pun mendapatkan banyak sumbangan dari pengunjung.

Rahasia dari kekuatan sumo adalah berat badannya. Mereka rutin mengonsumsi sup bergizi (Jtesla16)

Dari sinilah sumo menjadi olahraga yang terorganisir. Pegulat mendapatkan keuntungan dari hasil pertandingan dan jumlah pengunjung. Daimyo, penguasa feodal di Jepang, menjadi sponsor bagi pegulat terkenal dan sekolah sumo. Baik daimyo maupun pegulat sama-sama menikmati dan memahami potensi pendapatan yang dihasilkan dari olahraga ini.

Seorang pegulat sumo dapat naik pangkat jika ia disponsori oleh daimyo. Jika mereka berjuang untuk kebaikan tuan dan menang, mereka menerima bantuan uang dan kemungkinan dianugerahi status samurai.

Meski menghasilkan banyak uang, sumo sempat dilarang dan dikucilkan. Misalnya, pada periode Edo (1603-1867) banyak acara sumo dirusak oleh pertikaian publik dan para samurai pelindung sumo yang kuat. Perkelahian sering kali terjadi sampai ke jalan-jalan dan sangat kacau.

Akibatnya, pemerintah Tokugawa yang berkuasa mengeluarkan serangkaian dekrit yang melarang pertandingan dan pertunjukan sumo. Namun penggemar beratnya masih dapat menikmati pertandingan sumo illegal di sudut jalan atau kuil.

Beralih dari pegulat populer menjadi petarung illegal, ini tentu bukan hal yang menguntungkan bagi para pegulat. Terutama penghasilan yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan sebelumnya.

Situasi terselamatkan ketika sekolah sumo profesional mulai terbentuk. Sekolah menjadi kelompok yang fokus pada pembuatan seperangkat aturan standar yang dapat mengatur olahraga dan membuatnya dapat diterima lagi.

Baca Juga: Alih Fungsi Kipas Lipat, dari Aksesori Mode Menjadi Senjata Mematikan

Berkaca dari perkelahian brutal sebelumnya, maka seorang pengawas ditempatkan di setiap pertandingan. Mirip dengan wasit, ia bertugas untuk menegakkan aturan dalam pertandingan. Berkat seperangkat aturan baru ini, larangan pun dicabut dan sumo kembali populer di seantero Jepang.

Pengakuan resmi pertama diberikan pada olahraga sumo di tahun 1684 di Tokyo. Sama seperti sebelumnya, pegulat terbaik bisa mendapat perlindungan dari penguasa feodal yang kuat dan didukung oleh pedagang kaya. Mereka pun bisa memperoleh pangkat samurai berkat keterampilannya.

Tahukah Anda rahasia utama seorang pegulat sumo? Kekuatan seorang pegulat terletak pada berat badannya. Maka tidak heran jika mereka harus makan dalam jumlah banyak. Salah satu makanan yang terkenal adalah “chankonabe”. Ini merupakan sup bergizi yang terdiri dari daging, hidangan laut, sayuran, dan nasi.

Melewati pasang surut dan transisi sejarah besar di Jepang, olahraga ini begitu dicintai oleh masyarakat Jepang.

Baca Juga: Di Balik Kisah Onna-Bugeisha, Samurai Wanita Jepang yang Gigih