Nationalgeographic.co.id—Menurut sebuah studi baru UBC, yang telah diterbitkan di jurnal Global Change Biology pada 13 Desember 2021 berjudul Projecting global mariculture production and adaptation pathways under climate change, menunjukkan bahwa pasokan makanan laut yang dibudidayakan seperti salmon dan kerang diproyeksikan turun 16 persen secara global pada tahun 2090 jika tidak ada tindakan yang diambil untuk mengurangi perubahan iklim.
Makanan laut atau budidaya laut yang dibudidayakan di laut sering dilihat sebagai obat mujarab untuk masalah menipisnya stok ikan liar dan meningkatnya permintaan manusia, juga diperkirakan akan tumbuh secara substansial di tahun-tahun mendatang, kata penulis utama Dr. Muhammed Oyinlola, seorang peneliti pascadoktoral di Institute for the Oceans and Fisheries (IOF).
Tetapi studi pemodelan baru menyoroti industri yang rentan terhadap efek perubahan iklim seperti yang lainnya. "Jika kita terus membakar bahan bakar fosil pada tingkat kita saat ini, jumlah makanan laut seperti ikan atau kerang yang dapat dibudidayakan secara berkelanjutan akan meningkat hanya delapan persen pada tahun 2050, dan menurun sebesar 16 persen pada tahun 2090." tutur Oyinlola.
Sebagai perbandingan, dalam skenario rendah emisi di mana tindakan diambil untuk mengurangi perubahan iklim, budidaya laut diproyeksikan tumbuh sekitar 17 persen pada pertengahan abad ke-21 dan sekitar 33 persen pada akhir abad ini, relatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada 2000-an.
Model tersebut mempertimbangkan banyak faktor, termasuk di antaranya perubahan suhu laut, area budidaya laut yang sesuai di masa depan, dan pasokan tepung ikan juga minyak ikan. Ini dilakukan dengan memeriksa sekitar 70 persen dari produksi budidaya laut dunia pada tahun 2015, fokus pada Zona Ekonomi Eksklusif, di mana sebagian besar budidaya makanan laut dunia terjadi.
“Perubahan iklim akan memengaruhi produksi budidaya laut secara berbeda tergantung di mana pertanian berada di dunia, dan apa yang mereka hasilkan,” kata Oyinlola.