Keganasan Everest Kembali Telan Korban Jiwa

By , Selasa, 24 Mei 2016 | 20:00 WIB

Setelah selama beberapa waktu pendakian Gunung Everest ditutup akibat gempa bumi yang melanda Nepal, kini pendakian gunung tersebut kembali dibuka. Para pendaki dari penjuru dunia kembali berdatangan, berusaha mewujudkan impian mereka untuk menjejakkan kaki di puncak gunung tertinggi di dunia itu. 

Namun, pendakian Everest tidak selalu menghasilkan kisah-kisah kemenangan yang menggembirakan. Bersama kemegahan dan kejayaan puncak setinggi hampir 8.850 meter itu, bahaya kematian mengintai para pendaki.

Belum genap sebulan pendakian dibuka kembali, keganasan alam Everest telah menelan korban jiwa. Dua pendaki tewas dalam perjalanan turun dari puncak Everest pada Jumat (20/5) dan Sabtu (21/5) lalu. Kematian dua pendaki ini merupakan kematian pertama di Everest sejak pendakian dibuka kembali pada 11 Mei lalu.

Korban pertama, Eric Arnold, 35, merupakan pendaki asal Belanda, sementara korban kedua adalah Elizabeth Strydom, 34, pendaki asal Australia.

“Arnold tewas di Camp IV, terletak di ketinggian sekitar 8.000 meter,” kata Pasang Phurba Sherpa, perwakilan Seven Summit Treks, organizer pendakian Arnold dan Strydom. Arnold merasa kondisi tubuhnya melemah dan menderita radang dingin. Ia mengatakan kepada rekan pendaki, “Tubuh saya tak bertenaga lagi” sebelum meninggal dalam tidurnya.

Ini merupakan upaya kelima Arnold ke puncak. Upayanya pada tahun 2014 dan 2015 gagal karena bencana alam. Ia bahkan nyaris tak selamat dari gempa 2015.

Setelah kematiannya, website milik Arnold menampilkan foto dirinya dan kata-kata “In Memoriam”.

Arnold pernah mengatakan pada RTV Rijnmond bahwa ia telah bermimpi mendaki Everest sejak ia masih kecil. “Saya memasang poster Gunung Everest di atas tempat tidur,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu, ia juga mengakui bahaya pendakian, terutama saat perjalanan turun.

“Dua pertiga kecelakaan terjadi dalam perjalanan turun,” katanya.

Ia melanjutkan, “Jika anda telah tenggelam dalam euforia dan berpikir, ‘saya sudah mencapai tujuan’, ingatlah bahwa bagian paling berbahaya masih ada di hadapanmu.”

Sehari setelah kematian Arnold, Maria Strydom tewas ketika turun dari Camp IV ke Camp III, juga disebabkan oleh penyakit ketinggian.

“Setelah mencapai puncak kemarin, ia berkata merasa amat lemah dan kehilangan tenaga… tanda-tanda penyakit ketinggian,” kata Phurba.