Nationalgeographic.co.id-Pola tidur manusia adalah anomali di antara primata. Kerabat terdekat kita, simpanse, tidur tiga jam lebih lama dari rata-rata orang—di atas kasur yang terbuat dari ranting-ranting yang tergantung di kanopi. Lalu ada lemur tikus, primata berukuran pint dengan lingkaran berkilau disekitar matanya yang sangat suka tidur hingga bisa terbaring tak sadarkan diri selama 17 jam setiap hari.
David Samson, asisten profesor antropologi di University of Toronto Mississauga, telah menggunakan analisis prediksi tidur untuk memperkirakan waktu tidur primata yang berbeda. Setelah memperhitungkan faktor-faktor seperti ukuran otak, tingkat pemangsaan dan metabolisme, Samson dan rekan-rekannya dapat secara akurat memprediksi berapa banyak tidur yang dibutuhkan setiap spesies, tapi tidak dengan manusia.
“Model kami memprediksi bahwa manusia harus tidur 10,5 hingga 11 jam,” kata Samson. Tapi ini tiga sampai empat jam lebih banyak dari tujuh jam rata-rata orang per malam. Kita tidak hanya tidur jauh lebih sedikit daripada rata-rata kera, kita juga menghabiskan sebagian besar waktu itu dalam tidur rapid eye movement (REM), tahap tidur terdalam. Manusia menghabiskan hingga 25 persen tidur di REM, paling banyak dari semua primata, menurut Samson.
Fakta ini sangat mengejutkan jika kita memperhatikan fungsi tidur. Istirahat malam yang baik dikaitkan dengan kecerdasan, ingatan yang lebih baik, pemecahan masalah yang lebih baik, kreativitas dan inovasi — atribut yang kita kaitkan dengan apa artinya menjadi manusia.
Tidur Berkelompok
Untuk menjelaskan perbedaan tersebut, Samson menyarankan agar tidur lebih pendek dan lebih nyenyak mungkin telah memberikan keuntungan bertahan hidup saat tidur di tanah. Dibandingkan dengan puncak pohon, tidur terestrial membuat Homo sapiens lebih rentan terhadap pemangsaan. Tidur nyenyak dan dalam waktu yang lebih pendek berarti bahwa manusia purba menerima manfaat menyegarkan dari tidur sambil dapat mempertahankan diri.