Menurut kepercayaan Aghori, moksa dapat dicapai dengan menganut praktik-praktik yang dianggap tabu oleh agama Hindu ortodoks. Dan jika dilakukan dengan benar, mereka akan mengalami kemajuan spiritual yang cepat.
Sekte Aghori menantang kepercayaan agama tradisional dan mencari kemurnian dalam segala hal. Aspek penting dari sistem kepercayaan Aghori adalah memandang segala sesuatu itu murni, tidak peduli seberapa kotornya itu.
Berpegang pada kepercayaan itu akan membawa mereka lebih dekat ke pencerahan dan juga Tuhan. Selain itu, Aghori meninggalkan semua kepemilikan duniawi, mereka memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki milik pribadi.
Bukan untuk yang lemah hati, gagal melakukan praktik Aghori dapat membuat mereka terikat lebih erat ke roda kehidupan.
Salah satu praktik Aghori yang paling terkenal adalah kanibalisme. Harus dicatat bahwa Aghori tidak dengan sengaja membunuh orang untuk diambil dagingnya. Sebaliknya, daging mayat yang dibawa ke tempat kremasilah yang mereka konsumsi. Daging manusia ini sering dimakan mentah, meski terkadang dipanggang di atas api terbuka.
Aghori percaya bahwa perbedaan hanyalah delusi dan merupakan hambatan di jalan perkembangan spiritual seseorang. Bagi mereka tidak ada perbedaan antara baik dan jahat, juga tidak melihat perbedaan antara daging manusia dan hewan.
Konsumsi daging mayat merupakan penegasan dari sistem kepercayaan Aghori. Selain daging manusia, Aghori juga dikenal suka minum air seni dan makan kotoran. Praktik-praktik ini konon membantu membunuh ego dan menggagalkan persepsi manusia tentang keindahan.
Lainnya, Aghori juga menghindari pakaian. Aghori sering ditemukan hanya dengan cawat dan terkadang telanjang. Ada juga yang menggunakan kain berwarna oranye safron. Tindakan ini dimaksudkan untuk memungkinkan Aghori mengatasi perasaan malu. Selain itu juga bertujuan untuk meninggalkan dunia material dan keterikatan pada objek material.
Selain itu, Aghori mengolesi diri mereka dengan abu dari sisa-sisa kremasi manusia. Jika Anda berpapasan dengan Aghori yang bermuka putih, maka warna putih itu berasal dari abu kremasi. Memoles abu kremasi dilakukan untuk meniru Siwa dan dipercaya dapat melindungi mereka dari penyakit.
Baca Juga: Konyak, Suku Pemburu Kepala Terakhir di India dan Tradisi Tatonya
Selain abu, Aghori juga menggunakan sisa-sisa manusia lainnya, terutama tengkorak kepala manusia. Tengkorak atau 'kapala' adalah tanda sebenarnya dari Aghori dan setelah diinisiasi, mereka akan pergi mencari objek ini. Tengkorak itu kemudian digunakan sebagai mangkuk untuk semua konsumsi Aghori. Mereka juga berbagi mangkuk ini dengan hewan seperti anjing dan sapi.
Menurut salah satu mitos, Siwa pernah memenggal salah satu kepala Brahma dan dipaksa berkeliaran di antara masyarakat sambil membawa kepala. Masih dalam upaya meniru Siwa, Aghori pun melakukan hal yang sama.
Aghori menyimpan tengkorak kepala manusia karena keyakinan bahwa setelah kematian, kekuatan hidup dari almarhum menempel di bagian atas tengkorak. Aghori percaya dengan mantra dan sesaji tertentu (terutama alkohol), mereka dapat memanggil arwah orang yang telah meninggal dan menguasainya.
Baca Juga: Ketika Subbenua India Menghantam Asia dan Mengubah Konfigurasi Dunia
Ekstrem dan ortodoks, praktik Aghori hampir pasti ditolak oleh mayoritas umat Hindu. Ritual yang diperlukan untuk mencapai moksa dianggap terlalu radikal bagi kebanyakan orang. Jadi, jalan Aghori memang bukan untuk semua orang.
Salah satu yang paling terkenal adalah Baba Keenaram, seorang pertapa abad ke-17 yang dipercaya hidup sampai usia 170 tahun. Setelah kematiannya, ia dimakamkan di kota suci Varanasi. Sebuah candi dibangun di sana dan dianggap sebagai situs suci oleh para sadu Aghori.
Memiliki penampilan yang sama, sadu Naga sering dikira sebagai Aghori. Meski mirip dalam hal penampilan, mereka memiliki ajaran yang berbeda.
Baca Juga: Menilik Sistem Pendidikan Kuno di India, 1.500 Tahun Sebelum Masehi