Nationalgeographic.co.id - Tim ilmuwan dari Princeton University mengidentifikasi hasil rekonstruksi keadaan bumi 50 juta tahun yang lalu, ketika daratan yang sekarang menjadi subcontinent India menghantam Asia. Tabrakan itu mengubah konfigurasi benua, lanskap, iklim global, dan banyak hal, termasuk meningkatkan oksigen di lautan dunia dan mengubah kondisi kehidupan.
Emma Kast, seorang mahasiswa pascasarjana di bidang geosains di Princeton University yang terlibat dalam penelitian itu mengatakan, hasil tersebut berbeda dari apa pun yang orang pernah lihat sebelumnya. "Besarnya perubahan yang direkonstruksi tersebut membuat para ilmuwan terkejut," kata Kast kepada Princeton News.
Kast menggunakan kerang mikroskopis untuk membuat catatan nitrogen laut dari 70 juta tahun yang lalu—tak lama sebelum kepunahan dinosaurus—hingga 30 juta tahun yang lalu. John Higgins, seorang profesor geosains di Princeton mengatakan, catatan tersebut adalah kontribusi yang sangat besar untuk bidang studi iklim global. "Di bidang kami, ada catatan yang Anda anggap fundamental, yang perlu dijelaskan oleh hipotesis apa pun yang ingin membuat koneksi biogeokimia," kata Higgins.
"Itu sedikit dan jarang, sebagian karena sangat sulit untuk membuat catatan yang jauh ke masa lalu. Batuan berusia lima puluh juta tahun tidak rela melepaskan rahasianya. Saya pasti akan menganggap catatan Emma sebagai salah satu catatan mendasar itu. Mulai sekarang, orang-orang yang ingin terlibat dengan bagaimana Bumi telah berubah selama 70 juta tahun terakhir harus terlibat dengan data Emma," Higgins melanjutkan.
Baca Juga: Fosil Ini Ungkap Kelompok Mamalia Purba dan Terbelahnya Benua Pangaea
Selain menjadi gas paling berlimpah di atmosfer, nitrogen adalah kunci untuk semua kehidupan di Bumi. Setiap organisme di Bumi membutuhkan nitrogen, nitrogen membentuk 78 persen dari atmosfer planet kita. Akan tetapi beberapa organisme dapat "memperbaikinya" dengan mengubah gas menjadi bentuk yang bermanfaat secara biologis.
Di lautan, cyanobacteria di air permukaan mengubah nitrogen untuk semua kehidupan laut lainnya. Ketika cyanobacteria dan makhluk lain mati dan tenggelam ke bawah, mereka membusuk. Nitrogen memiliki dua isotop stabil, 15N dan 14N. Di perairan yang miskin oksigen, dekomposisi menggunakan nitrogen.
Oksigen mengontrol distribusi organisme laut, dengan perairan yang miskin oksigen buruk bagi sebagian besar kehidupan laut. Banyak peristiwa pemanasan iklim di masa lalu menyebabkan berkurangnya oksigen laut yang membatasi habitat makhluk laut, dari plankton mikroskopis hingga ikan dan paus yang memakannya. Para ilmuwan yang mencoba memprediksi dampak pemanasan global saat ini dan di masa depan telah memperingatkan bahwa tingkat oksigen laut yang rendah dapat memusnahkan ekosistem laut, termasuk populasi ikan yang penting.
Ketika para peneliti mengumpulkan catatan geologis nitrogen laut yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka menemukan bahwa dalam 10 juta tahun setelah dinosaurus punah, rasio 15N-ke-14N tinggi, menunjukkan bahwa tingkat oksigen laut rendah.
Baca Juga: Awal Fotosintesis: Dari Bakteri Sekitar 2,9 Miliar Tahun Lalu
Mereka awalnya berpikir bahwa iklim hangat pada saat itu bertanggung jawab, karena oksigen kurang larut dalam air hangat. Namun seiring waktu fakta lain terungkap, perubahan oksigen laut yang lebih tinggi terjadi sekitar 55 juta tahun yang lalu, masa di mana iklim menjadi semakin hangat.
Hipotesis itu, menurut peneliti yang terlibat bertentangan dengan perkiraan awalnya. Iklim global bukanlah penyebab utama perubahan dalam siklus oksigen dan nitrogen di laut. Penyebab utama yang paling mungkin adalah lempeng tektonik. Tabrakan India dengan Asia yang dijuluki "tabrakan yang mengubah dunia" oleh ahli geografi legendaris Wally Broecker, seorang pendiri penelitian iklim modern.
Meski demikian, katanya, itu tidak berarti perubahan iklim dapat diabaikan. Pada rentang waktu bertahun-tahun hingga ribuan tahun, iklim global tetap berpengaruh. Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal Science dengan judul "Nitrogen isotope evidence for expanded ocean suboxia in the early Cenozoic" dan dapat diakses secara terbuka.
Source | : | Princeton.edu,Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR