Tuah Keramat Empat Raja

By , Jumat, 10 Juni 2016 | 19:00 WIB

Pulau tengkorak lantas menjadi tempat keramat yang jarang dikunjungi.  Keadaan alam memaksa orang teluk Mayalibit tinggal di daerah berpantai landai.  Ini menguntungkan untuk perlindungan sumberdaya laut.  Wilayah ini telah menjadi terlarang menangkap ikan dan mengambil hasil laut lainnya, no take zone.

Karena dikeramatkan, wilayah ini telah menjadi salah satu lokasi paling aman.  Laut menyediakan terumbu karang yang tembus pandang dari permukaan.  Sangat ideal untuk lokasi asuh ikan.  Saya mensinyalir, lokasi ini juga menjadi salah satu tempat pemijahan yang potensial.

Sepanjang perjalanan, air laut nan tenang menyuguhkan kenyamanan.  Pemandangan alam nan menawan telah memikat saya untuk berdiang di terik mentari.  Kendati kulit melepuh legam, namun Teluk Mayalibit telah menawan saya sejak dari semula.

Di Banyon Sidon, saya membayangkan kelamin saya sendiri.  Pemandu dan sahabat saya tersenyum melirik.  Menurut mereka, mungkin pasangannya berada jauh di dasar laut.  Di hadapan saya, dua buah batu bergelantungan dari atas bukit karang rendah.  Bayon sidon, menurut mereka berarti batu kelamin.

Sebagai kawasan yang kaya dengan kapur, Waigeo menyediakan pemandangan unik.  Saya meletakkan sejumlah uang koin persis di ujung Bayon Sidon, pertanda kami meminta izin.  Setelah itu, baru diperbolehkan bicara.  Menurut kepercayaan masyarakat setempat, wajib singgah di Bayon Sidon bila lewat sambil membawa bayi. 

“Itu akan membawa keberuntungan,” kata Salmon.

!break!

Dari Waisai, kumpulan pulau-pulau karang Wayag dapat ditempuh lewat transportasi laut.  Saya melakoni perjalanan panjang dengan perahu motor berkekuatan 25 tenaga kuda.  Rombongan saya melintas laut selama hampir 5 jam.

Segerombolah burung camar tampak di kejauhan tengah santap.  Sesekali, pemandu di haluan perahu berteriak, manta!  Dia berkali-kali melihat pari manta melintas, tapi sayangnya saya tak sempat menyaksikan kejadian langka itu.

Snorkeling menjadi salah satu kegiatan yang wajib dilakukan ketika berkunjung ke Raja Ampat. (Syafrizaldi)

Di Pos informasi Wayag, saya membayangkan perjalanan pulang saat harus melintasi lagi selat Kabui.  Sebuah selat yang dipenuhi tonjolan pulau karang.  Konon hampir dua abad yang lalu, Alfred Russel Wallace pernah melintasi perairan ini yang lantas melahirkan mahakarya The Malay Archipelago.

Saya tersentak dari lamunan tentang Wallace ketika serombongan hiu mendekat ke pantai.  Hendra, pengunjung asal Bali menaburkan ikan sebagai makanan hiu.  Menurut penjaga pos, hiu-hiu itu biasa mendekat ke pantai.

Pemandu kami, John Sumbiaganan memimpin perjalanan mengitari perairan.  Dia menceritakan banyak pengunjung yang datang hanya untuk menyaksikan gugusan kepulauan dari puncak bukit karang.  Namun sesungguhnya, terkadang pengunjung lupa bahwa tempat itu dilindungi.  Kerap kami harus memungut botol minuman kemasan yang ditinggalkan.

Kepulauan Wayag telah menjadi salah satu ikon wisata Indonesia di dunia.  Tak dapat dipungikiri, lokasi ini memang pantas menjadi simbol gugusan kepulauan nusantara.   Selain karena bentuknya yang unik, dimana perdu yang kuat tumbuh di atas karang yang keras, Wayag didominasi oleh komposisi pulau-pulau yang sempit dan runcing. Lantai laut seolah hanya ditutup kaca transparan memperlihatkan keindahan bawah laut.  Saya bahkan tak memerlukan alat bantu untuk menikmatinya.

Banyak agen wisata yang menyediakan jasa layanan berkunjung ke lokasi ini.  Wisatawan yang ingin melakukan aktivitas penyelaman dan mengunjungi kawasan wisata dan suaka alam Raja Ampat diwajibkan membeli pin sebagai tiket masuk.  Tanpa itu, aktivitas wisata hanya dapat dilakukan terbatas di kota Waisai dan Pulau Waigeo saja.