Kisah Mesra Pelaut Makassar dan Orang Aborigin pada Masa Lalu

By , Senin, 25 Juli 2016 | 11:00 WIB

Arnhem Land menyimpan segudang cerita mesra dari masa lalu antara suku Yolngu, penduduk Aborigin yang berdiam di timur laut Australia, dan para pelaut asal Makassar.

Memori tentang hubungan dagang dan interaksi budaya diceritakan turun-temurun secara lisan hingga kemudian dicatat sebagai sejarah yang kerap dibahas di berbagai forum akademik.

Kisahnya lalu menyisakan rindu yang terus meraung di sanubari keturunan penduduk asli Australia ini.

Embusan angin, debur ombak di sepanjang pantai di Arnhem Land, dan binar mata anak cucu suku Yolngu setia menyanyikan nostalgia tentang para pria pemberani dari Nusantara yang suka berdagang.

Baca juga: lmuwan Temukan 100 Spesies Ikan Langka di Jurang Australia

***

Bagi suku Yolngu yang tinggal di Arnhem Land, orang Indonesia bukanlah kawan baru.

Jauh sebelum Australia terbentuk, bahkan sebelum Matthew Flinders tiba di daratan negeri Kangguru itu, para pelaut dari Nusantara sudah tiba di Arnhem Land dengan kapal pinisi.

Sejarah mencatat, para pelaut asal Makassar itu bertemu dan memulai kontak dengan suku Yolngu menjelang akhir abad ke-17. Masyarakat Yolngu menyebut para pelaut dari Makassar ini sebagai Mangathara, sedangkan pelaut dari Makassar menyebut Arnhem Land sebagai Marege.

Mereka menaklukkan laut Arafuru selama 2-3 minggu demi mencari teripang di tanah Aborigin. Ada sekitar 40-50 pinisi sekali datang. Masing-masing pinisi berisi sekitar 20 awak.

Teripang atau trepang menjadi komoditas berharga bagi para pelaut dari Makassar untuk dijual ke pedagang China. Sementara itu, pesisir pantai utara Australia merupakan salah satu tempat terbaik penghasil teripang.

“Perdagangan yang dilakukan orang-orang Makassar adalah teripang. Kawasan pesisir pantai masyarakat Yolngu merupakan perairan dangkal di mana teripang bisa berkembang biak dalam jumlah besar,” kata Richard Ian Trudgen, pendiri dan pimpinan Aboriginal Resource Development Services (ARDS), tentang lingkungan tempat tinggal suku Yolngu.

Para pelaut Makassar pun semakin rutin datang. Barra atau angin yang berhembus dari arah barat laut menjadi penanda bahwa pinisi atau perahu tradisional milik para pelaut Makassar segera kembali datang ke Arnhem Land.