Kisah Mesra Pelaut Makassar dan Orang Aborigin pada Masa Lalu

By , Senin, 25 Juli 2016 | 11:00 WIB

Tak hanya saling memberikan keuntungan dari segi ekonomi, pertukaran budaya juga terjadi. Sejumlah anggota klan Yolngu ikut menempuh perjalanan laut ke Nusantara. Sejumlah pelaut dari Makassar pun ada yang tinggal sementara untuk memanen teripang.

Salah satu pengaruh kuat dari hubungan ini adalah dari segi bahasa. Bahasa Aborigin-Yolngu mengenal sejumlah kosa kata yang mirip dengan kata dalam bahasa Indonesia, misalnya rrothiyang berarti roti, Balanda dari kata Belanda merujuk kepada orang kulit putih, prau yang berasal dari kata perahu dan rupiah dari kata rupiah untuk merujuk pada uang di kehidupan suku Yolngu.

Paul mengatakan bahwa bahasa yang memengaruhi kosa kata suku Yolngu adalah Bahasa Melayu. Ini menjadi salah satu bukti bahwa tidak semua anak buah kapal pinisi dari Makassar itu adalah orang Makassar, Bugis atau Bone.

Tak hanya itu, penduduk Yolngu juga mengenal bendera yang diperkenalkan oleh pelaut dari Makassar. Penduduk asli memakai bendera untuk menunjukkan teritori kelompok tertentu dan sebagai simbol yang sangat penting dalam upacara adat. Mereka lalu mulai berinovasi dengan teknologi sederhana, misalnya membuat perahu kecil atau sampan yang disebut lipa-lipa.

“Itu semacam sampan yang digunakan penduduk asli, tapi dulu tidak ada teknologi semacam itu. Mereka belajar dari orang Indonesia. Jadi ini buktinya bahwa pengaruhnya cukup dalam karena biasanya agak sulit untuk belajar teknologi baru dengan mengunakan alat,” tutur Paul.

Namun demikian, menurut Paul, riwayat perjalanan Mangatharaselama ini hanya berdasarkan catatan Belanda di Sulawesi yang tengah menjajah Nusantara dan lukisan orang Aborigin di dinding gua.

Belum ditemukan catatan para pelaut dari Makassar yang mengonfirmasi waktu kedatangan mereka di Arnhem Land sehingga belum bisa ada klaim bahwa pelaut pertama yang tiba di benua Australia adalah pelaut dari Nusantara.

Berubah

Dari antara tahun 1760-1770, hubungan akrab suku Yolngu dan pelaut Makassar berlanjut hingga sekitar 1,5 abad kemudian. 

Richard menuturkan bahwa hubungan ini bisa berlangsung langgeng dalam jangka waktu yang lama karena sikap para pelaut dari Makassar yang bersahabat dan memberi manfaat yang signifikan dalam kehidupan masyarakat Yolngu di pesisir pantai Arnhem Land. Sikap seperti ini, lanjutnya, yang tidak ditemukan pada para pelaut Eropa ketika tiba di benua Australia.

“Ketika Makassar datang dan pergi selama beberapa abad, mereka menghormati kekuasaan suku Yolngu. Para pelaut Makassar hanya berada di sekitar pantai setelah berlabuh. Di tempat ini mereka menunggu para juragan Yolngu untuk bernegosiasi dalam hubungan dagang mereka. Hanya ada beberapa saja ketidaksepakatan yang kemudian menjadi perkelahian dalam hubungan dagang selama berabad-abad,” ucap Richard.

Namun, pada suatu musim hujan, saat mereka sudah menyiapkan teripang dan segala hasil laut yang menjadi komoditas perdagangan tanah Arnhem, para penduduk asli ini harus menerima kenyataan bahwa para pelaut Makassar tak akan pernah datang lagi.

Kisah mesra mereka harus berakhir setelah pemerintah Australia pada awal abad ke-19 mewajibkan setiap pelaut untuk memiliki izin dan membayar semacam pajak jika hendak memancing atau memanen teripang di kawasan Australia.

“Ada kabar bahwa sejumlah nakhoda dari Makassar sudah diberi tahu bahwa mereka tidak bisa lagi datang karena Balanda (sebutan penduduk asli untuk bangsa Eropa) yang ada di Pelabuhan Darwin tidak mengizinkan mereka berlabuh. Sejumlah tetua Yolngu ingat betul bagaimana ayah atau kakek mereka berurai air mata ketika para nakhoda dari Makassar itu menyampaikan kabar ini,” tutur Richard.

“Banyak penduduk Yolngu yang mengecam cerita itu. Mereka mengatakan ‘siapa Balanda-balanda itu? Mereka tak ada urusan dengan perjanjian kerja sama yang resmi antara klan kita dan pelaut dari Makassar’,” tambahnya kemudian.

Baca juga: Ilmuwan Ungkap Asal Muasal Jeruk

Sejak saat itu, mulai tahun 1906, tak ada lagi pinisi yang datang ke Arnhem Land. Kehidupan menjadi sulit bagi penduduk Yolngu ketika perdagangan dengan pelaut Makassar berhenti.

Memang ada kapal-kapal baru yang datang dan pergi di perairan Arnhem Land yang kini termasuk dalam negara bagian Northern Territory, Australia. Namun, bukannya untuk berdagang seperti pelaut Makassar, mereka malah mencuri.

Segalanya telah berubah….