Pulau Falkland terisolasi jauh di barat daya Samudra Atlantik, tempat populasi southern sea lion terbesar di dunia. Namun saat ini, pulau itu menjadi daerah dengan populasi terkecil.
Perburuan menjadi alasan utama penurunan anjing laut dan singa laut di dunia. Namun, populasi di Falklands tidak pernah meningkat meski perburuan tak pernah ada lagi sejak setengah abad lalu.
Hal itu menjadi aneh, karena di bagian dunia manapun, populasi anjing laut dan singa laut yang lain yang diburu hingga mendekati kepunahan, telah kembali. Contohnya, anjing laut berbulu antartika (Arctocephalus gazella) yang hampir musnah di awal tahun 1900-an, kini populasinya kembali meningkat hingga tiga juta ekor.
Dalam beberapa tahun, para ilmuwan menyalahkan pemburu Argentina atas penurunan populasi di Falklands. Jika singa laut melakukan perjalanan dari pulau mereka untuk berkembang biak di pulau utama saat perburuan masih terjadi, operasi besar di sekitar pantai Argentina mungkin bisa jadi alasan atas pengurangan jumlah mereka.
Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa genetika singa laut tergambar lebih rumit dari yang diperkirakan. Untuk memulainya, muncul pernyataan bahwa singa laut Falklands mungkin tidak melakukan perjalanan menuju Argentina.
"Realisasi ini sangat penting, karena hal itu mempengaruhi bagaimana ancaman bagi keberadaan populasi singa laut," ujar Alastair Baylis, ahli ekologi laut dengan Icelandic Seal Center and the South Atlantic Enviromental Research Institute di Falklands. "Jika kita benar, itu akan menunjukkan bahwa singa laut lebih rentan dari yang sebelumnya diketahui."
Migrasi yang masih misterius
Sebanyak 33 spesies dari anjing laut dan singa laut yang hidup di dunia, dan sebagai predator teratas di lautan, mereka sangat bergantung pada laut yang sehari. Nasib mereka juga memiliki implikasi yang luas, tak hanya bagi spesies laut seperti penguin, namun juga manusia.
Singa laut Falklands merupakan bagian dari populasi besar singa laut barat daya yang rentang wilayahnya dari Peru hingga Uruguay, dan mereka pernah memberikan gambaran perkembangan populasi yang signifikan.
Tahun 1930-an, sebanyak 80.550 bayi singa laut lahir di Falkland. Hal tersebut kontras dengan yang terjadi di tahun 2014, dimana angka kelahiran hanya mencapai 4.443 ekor.
Belajar dari yang terjadi pada singa laut menunjukkan apa yang terjadi pula pada gajah laut Falklands, yang mengalami penurunan hingga 90 persen sejak 1982.
Baylis, yang menjadi bagian dari National Geographic Society Committee for Research and Exploration, melakukan perjalanan pertamanya pada 2008, setelah direkrut bersama dengan pemerintah Falkland sebagai peneliti ikan.
Gagasan bahwa singa laut Falkland dibunuh di Argentina pertama kali muncul tahun 1930-an, ketika ilmuwan Inggris bernama James Hamilton melakukan observasi singa laut yang menghilang dari pantai Falkland ketika musim dingin datang. Hal itu menunjukkan bahwa migrasi musim dingin yang dilakukan oleh singa laut sangatlah rentan.
Antara 1930 hingga 1950-an, para pemburu anjing laut komersial di Falkland setidaknya telah membunuh 60.723 ekor, sementara perburuan di Argentina selama periode yang sama telah membunuh lebih dari 500.000 ekor.
"Emigrasi anjing laut ke Argentina mampu membantu menunjukkan adanya penjualan anjing laut, lalu datang pertanyaan: Mengapa singa laut berenang ke Argentina, ketika disana ada populasi yang lebih besar lagi?" ujar Baylis. "Mereka telah bersaing untuk sumber yang sama, dan hal itu yang saya rasa tidak masuk akal."
Tidak ada campuran
Baylis tinggal di Falklands hingga 2012 dan kembali hampir tiap tahunnya. Penelitian tersebut tak hanya disuguhi pemandangan yang cantik, namun juga cuaca yang menjadi buruk secara tiba-tiba.
Dari penelitian yang dilakukan, Baylis menduga tak ada singa laut Falklands yang melakukan perjalanan jauh dari pulau sepanjang musim dingin lokal. Sejak ditemukan kontradiksi dalam kepercayaan atas migrasi ke Argentina tersebut, Baylis bersama dengan Joe Hoffman, ahli ekologi molekular di Bielefeld University di Jerman, mencoba memecahkan teka-teki ini,
"Saya ingin tahu apakah singa laut dari Falkland memiliki genetik yang mirip atau berbeda dengan mereka yang ada di tanah Amerika Utara," ujar Hoffman. "Apakah mereka bisa bergerak dengan bebas di antara mereka, atau faktor geografi yang menahan hewan-hewan itu untuk bergerak ke antara mereka? Kita bisa menelusurinya lewat genetik."
Berdasarkan diskripsi yang tertulis dalam jurnal Royal Society Open Science, tes genetik mengesampingkan kemungkinan migrasi ke Argentina tersebut. Penelitian ini juga membuktikan bahwa populasi singa laut Falklands mengalami penuruan bukan dikarenakan menurunnya keberagaman genetik singa laut.
"Ini menunjukkan bahwa penurunan singa laut Falklands kemungkinan disebabkan oleh faktor lokal," ujarnya.
Tes genetika mengesampingkan adanya kemungkinan singa laut Falklands mendatangi Argentina selama bulan-bulan musim dingin yang cukup panjang hanya untuk dibunuh oleh pemburu.
Penyusunan Kasus
Suhu permukaan laut selama 160 tahun menunjukkan adanya periode hangat di Falklands antara tahun 1930 hingga 1950, yang mendorong penurunan singa laut.
Hal tersebut mirip dengan yang terjadi di South Georgia dan South Sandwich Island, yang jaraknya sekitar 1.550 kilometer. Anjing laut bulu juga mengalami penurunan lagi karena penurunan jumlah makanan.
"Saat ini kami mengakumulasi bukti yang menunjukkan penurunan populasi ini berhubungan dengan perubahan iklim," ujarnya. "Penurunan populasi di Falklands merefleksikan penurunan yang lebih mendunia."
"Perlahan kita terus menyusun kasus ini, mencari petunjuk, namun kita tidak semudah itu memiliki semua potongan kasusnya, dan saya mengira tidak akan pernah memiliki semuanya," ujarnya. "Orang-orang berpikir bahwa singa laut itu besar, karismatik, dan dipelajari dengan baik. Namun perlu disadari, kita tahu sangat sedikit mengenai mereka."