Yuk, Berkenalan dengan Kameloh dan Kawan-kawannya

By , Kamis, 18 Agustus 2016 | 12:00 WIB

Setelah bertahun-tahun berada di karantina dan harus mengikuti program rehabilitasi serta reintroduksi, Sepuluh individu orangutan dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah di Nyaru Menteng kini menempati rumah baru mereka di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.

Kesepuluh orangutan yang akan dilepasliarkan itu terdiri dari enam orangutan betina dan empat orangutan jantan, dengan enam di antaranya merupakan tiga pasang ibu dan anak. Yuk, berkenalan lebih jauh dengan mereka.

1. Kameloh, si jantan yang gemar menjelajah

Kameloh, orangutan jantan yang dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. (Yayasan BOS)

Seekor orangutan mungil yang dijadikan peliharaan warga di Kelurahan Kameloh Baru, Palangka Raya berhasil diselamatkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah.

Ia tiba di Nyaru Menteng dalam keadaan sehat pada 18 Januari 2007 saat usianya 2 tahun dengan berat badan 8 kilogram, dan masih menunjukkan perilaku liar. Nama Kameloh—sudah bisa ditebak—diambil dari nama kelurahan tempat ia diselamatkan.

Setelah melewati masa karantina, Kameloh ditempatkan di Nyaru Menteng 2 dan kemudian dipindahkan ke Pulau Kaja pada 20 November 2014 untuk mengikuti proses pra-pelepasliaran. Kameloh yang memiliki rambut tebal dengan warna coklat kehitaman ini dikenal sebagai orangutan yang senang menyendiri. Di Pulau Kaja Kameloh selalu menunjukkan sifat agresif ketika ada manusia di dekatnya.

Kini Kameloh bukan lagi bayi orangutan nan mungil. Ia telah tumbuh menjadi pejantan bertubuh tinggi besar dan di wajahnya sudah mulai tumbuh bantalan pipi. Di usianya yang menginjak 11 tahun, Kameloh sudah mahir mencari makanannya sendiri dan amat gemar menjelajah.  Kini, ia siap untuk menjelajah rumah barunya di rimba Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya.

2. Mima, si cantik yang mengagumkan

Mima tumbuh dan berkembang menjadi orangutan yang mengagumkan di Sekolah Hutan. (Yayasan BOS)

Saat usianya menginjak tahun ketiga, Mima diselamatkan dari seorang warga di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Pertama kali tiba di Nyaru Menteng, Mima masih menunjukkan perilaku liar. Ia tidak mau didekati manusia.

Seiring berjalannya waktu, Mima tumbuh dan berkembang menjadi orangutan yang mengagumkan di Sekolah Hutan. Mima mulai menjalani tahapan pra-pelepasliaran di Pulau Kaja sejak 19 November 2014. Tubuhnya yang gempal dan memiliki rambut pendek yang tebal berwarna coklat kemerahan serta berponi membuat Mima terlihat cantik. Layaknya orangutan liar, dia juga lebih senang menyendiri.

Kini, Mima berusia 15 tahun. Si cantik berambut poni kini telah siap untuk menjalani kehidupan menjadi orangutan liar di habitat alaminya, di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya.

3. Rambo, orangutan yang selalu ingin tahu

Meskipun bukan orangutan yang dominan, namun Rambo cukup terampil dalam mencari pakan alami. (Yayasan BOS)

Orangutan jantan bernama Rambo ini diselamatkan di Parenggean pada 19 Juni 2006 dan masuk ke Nyaru Menteng saat masih berusia 2 tahun dengan berat badan 7 kg. Ia tiba dalam kondisi terluka di tangan kirinya, dan masih berperilaku liar.

Rambo ditempatkan di Pulau Kaja untuk menjalani tahap pra-pelepasliaran sejak 20 November 2014. Ia memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Ia tidak agresif namun akan melawan saat merasa terganggu. Ia cenderung menjauhi manusia, terlebih orang yang tidak dikenalnya. Meskipun bukan orangutan yang dominan, namun Rambo cukup terampil dalam mencari pakan alami.

Selain punya rasa ingin tahu yang besar, Rambo juga punya kebiasan unik, dia suka berguling-guling sambil meludah. Benar-benar iseng, ya!

Rambo memiliki tonjolan di dahi dan berambut poni. Wajahnya dihiasi janggut tipis berwarna jingga. Mulai tumbuh garis bantalan tipis di pipinya. Kini Rambo telah berusia 12 tahun dengan berat badan 45,5 kg. Rambo kini telah memulai kehidupan barunya di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya.

4. Dara, selalu mandiri dan waspada

Dara tumbuh menjadi orangutan betina mandiri nan cantik. Rambutnya tebalnya berwarna cokelat kemerahan. (Yayasan BOS)

Di usia 3 tahun, Dara tiba di Nyaru Menteng setelah diselamatkan dari area konsesi perkebunan kelapa sawit di Satuan Pemukiman 3, Desa Padas, Parenggean, Kalimantan Tengah, pada 31 Desember 2005. Berat badannya saat itu 7,5 kilogram. Ia sehat dan masih menunjukkan perilaku liar. Ia akan bertindak agresif ketika ada manusia yang mendekatinya.

Setelah melewati masa karantina, Dara ditempatkan di Komplek Sosialisasi Nyaru Menteng dan sejak 19 November 2014, Dara mengikuti tahap pra-pelepasliran di Pulau Kaja.

Kini usia Dara sudah 14 tahun. Dara tumbuh menjadi orangutan betina mandiri nan cantik. Rambutnya tebalnya berwarna cokelat kemerahan. Pengalaman membentuknya menjadi orangutan yang selalu waspada dengan lingkungan di sekelilingnya. Dara kini telah menempati rumah baru di belantara Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya bersama kesembilan kawannya.

5. Awa dan Ewa, ibu dan anak yang kompak

Setelah lulus dari Sekolah Hutan, Awa menempati Pulau Kaja. Di pulau pra-pelepasliaran itu, Awa sangat aktif dan lebih suka menyendiri. (Yayasan BOS)

Orangutan betina bernama Awa berhasil disita pada 29 Februari 2000 oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah dari seorang warga di Desa Mangkatip, Barito Selatan, Kalimantan Tengah yang sempat menjadikannya hewan peliharaan. Ia baru berusia 1,5 tahun dengan berat badan 5 kilogram saat pertama kali tiba di Nyaru Menteng.

Awa menempati Pulau Kaja setelah lulus dari Sekolah Hutan. Di pulau pra-pelepasliaran itu, Awa sangat aktif dan lebih suka menyendiri. Pada 13 Februari 2008, orangutan yang mempunyai rambut pendek berwarna coklat kemerahan ini melahirkan putri pertamanya yang diberi nama Ewa. Ewa yang memiliki rambut tebal dan juga berwarna coklat kemerahan ini berperilaku layaknya orangutan liar. Ia tidak menyukai kehadiran manusia dan akan segera mencari perlindungan di pelukan sang ibu.

Ewa kini berusia 8 tahun. Ia tumbuh selayaknya orangutan liar yang tak suka kehadiran manusia. (Yayasan BOS)

Setelah 16 tahun menjalani proses rehabilitasi di Nyaru Menteng, Awa kini berusia 18 tahun dengan berat badan 42,95 kilogram. Sementara putrinya Ewa kini berusia 8 tahun dengan berat badan 25,90 kilogram. Awa dan Ewa kini pulang ke rumah sejati mereka, di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya.

6.Induk Doren dan Jagoannya, Daichi

Doren melahirkan putra pertamanya yang diberi nama Daichi di Pulau Kaja pada 17 Maret 2015. (Yayasan BOS)

Doren adalah orangutan betina hasil penyitaan dari seorang warga di Desa Tanjung Jurung, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah pada 10 Februari 2003. Ketika tiba di Nyaru Menteng, usianya diperkirakan satu tahun dengan berat badan 2,2 kilogram. Fisiknya sehat dan perilakunya tergolong liar.

Pada 24 Desember 2012, Doren yang terampil mencari pakan alami ini lulus dari Sekolah Hutan dan melanjutkan pembelajarannya di Pulau Bangamat. Doren yang juga dikenal sebagai orangutan yang pandai menjelajah, pernah menghilang selama dua bulan dan kembali ditemukan dalam keadaan sehat di tepian Sungai Rungan di dekat Desa Kanarakan, yang jaraknya lebih dari 30 km dari tempat ia terakhir terlihat di Pulau Bangamat. Setelah kembali ke Nyaru Menteng, Doren ditempatkan di Pulau Kaja melanjutkan proses pra-pelepasliarannya sejak 16 November 2014.

Pada 17 Maret 2015, Doren melahirkan putra pertamanya yang diberi nama Daichi di Pulau Kaja. Doren yang memiliki rambut tebal berwarna coklat kemerahan itu kini berusia 12 tahun dengan berat badan 60 kilogram dan dia akan mendidik putranya Daichi yang baru berusia satu tahun untuk menjadi orangutan liar sejati di rumah baru mereka, Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya.

7. Duo Winda & Wihim

Winda yang kini berusia 14 tahun bersama putranya Wihim telah kembali ke rumah sejati mereka, Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. (Yayasan BOS)

Winda disita oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah dari seorang karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Orangutan betina ini masih berusia 5 tahun saat tiba di Nyaru Menteng pada 22 Januari 2007. Berat badannya 9,5 kilogram dan kondisinya memprihatinkan. Ia menderita malnutrisi dan ditemukan beberapa luka di tubuhnya. Namun ia masih berperilaku liar dan tidak mau didekati manusia.

Berkat dedikasi, perawatan dan kasih sayang dari Tim Nyaru Menteng, Winda pun kembali sehat dan dapat menjalani proses rehabilitasi di Nyaru Menteng 2. Pada 8 Juli 2014, Winda melahirkan orangutan jantan yang menawan, bernama Wihim. Dan pada 20 November 2014, mereka pun mulai menjalani tahapan pra-pelepasliaran di Pulau Kaja.

Winda yang memiliki paras cantik ini sangat menyayangi putranya yang kini telah berusia 2 tahun. Winda yang kini berusia 14 tahun bersama putranya Wihim telah kembali ke rumah sejati mereka, Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya.

Kesepuluh orang utan tersebut dibedakan menjadi dua kategori, yakni Semi Liar dan Rehabilitan. Semi-liar adalah orangutan yang pada saat diselamatkan, sudah pernah dipelihara atau cukup sering berinteraksi dengan manusia, tapi masih berperilaku liar dan secara konsisten memperlihatkan kemampuan yang cukup untuk hidup mandiri di hutan. Kameloh, Mima, Rambo, Dara, termasuk dalam kategori ini.

Sementara Awa, Ewa, Doren, Daichi, Winda dan Wihim termasuk dalam kategori Rehabilitan, yakni orangutan yang diselamatkan pada usia sangat muda atau sudah cukup lama menjadi peliharaan manusia sehingga belum memiliki atau sudah kehilangan sebagian besar kemampuan untuk hidup mandiri di hutan. Karena itu, mereka harus melalui proses rehabilitasi terlebih dahulu.

Nasib orangutan kini tengah berada di ujung tanduk. Populasinya merosot tajam. Habitat mereka berkurang drastis akibat alih fungsi hutan dan ulah manusia memelihara, memperdagangkan, atau berkonflik dengan spesies ini.

Kondisi tersebut menuntut semua pihak untuk lebih peduli terhadap upaya konservasi orangutan demi melindungi mamalia arboreal terbesar ini dari ancaman kepunahan.